Situs
Istana Kota Rebah sempat menjadi objek wisata populer di
Kota Tanjungpinang. Tapi seiring waktu, kejayaan tersebut memudar karena tidak terpeliharanya kekayaan sejarah yang ada.
LARA ANITA,
Kota Tanjungpinang
Kota Tanjungpinang yang berada di Selatan Pulau Bintan merupakan
kota yang sarat sejarah, budaya dan adat istiadat Melayu. Wajar jika kemudian banyak ditemukan jejak peninggalan Melayu, salah satunya
Istana Kota Rebah.
Situs
Istana Kota Rebah berada tidak jauh dari Jembatan Engku Putri di Jalan Daeng Celak Tanjungpinang . Letaknya persis berada di pinggiran Sungai Carang. Situs tersebut bisa dijangkau dengan mudah melalui jalan setapak yang baru dibuka, yang jaraknya sekitar 50 meter dari Jembatan Engku Putri. Cukup mengikuti alur jalan tersebut, kita akan tiba di pintu masuknya.
Merujuk berbagai sumber, sejarah mencatat situs ini sebagai
Istana Kota Lama atau
Kota Raja. Di sanalah tapak awal kekuasaan Kesultanan Melayu Riau-Johor-Pahang-Lingga ditabalkan, sebelum akhirnya berpindah tempat sesuai dinamika sosial-politik pada masa itu.
Istana ini dibangun pada tahun 1673-1805 yang menjadi hulu sungai Riau atau sekarang disebut Sungai Carang.
Sebutan
Istana Kota Rebah sendiri merupakan penamaan yang diberikan oleh masyarakat sekitar kawasan situs. Itu didasarkan pada penampakan bangunan tersebut di masa kini, yaitu hanya sebagian kecil bangunan saja yang terlihat, yaitu pondasi dan sebagian kecil tembok, dimana struktur bangunan tersebut sebagian besar
rebah ke tanah.
Atas prakarsa Pemerintah
Kota (Pemko) Tanjungpinang, sekira tahun 2010, tidak jauh dari lokasi bangunan, atau tepatnya di kawasan pesisir yang dikelilingi oleh rimbunnya hutan bakau, dibangun pelantar-pelantar kayu memanjang, memotong dan mengelilingi hutan bakau tersebut. Jadilah kawasan tersebut menjadi satu objek wisata , dengan tujuan sebagai satu destinasi tujuan wisata masyarakat
Kota Tanjungpinang pada khususnya, dan masyarakat Kepri pada umumnya.
Di lokasi situs
Istana Kota Rebah juga dibangun pondok-pondok kecil, serta rumah-rumah panggung yang bisa dimanfaatkan bagi pengunjung untuk melepas lelah. Kawasan tersebut dipercantik untuk menarik wisatawan berkunjung.
Sejak saat itu, banyak pengunjung yang mulai berdatangan untuk menikmati objek wisata tersebut, menghabiskan waktu bersama keluarga, menikmati pemandangan dan panorama dari pelantar kayu yang telah dibangun. Dari situ, nama
Istana KotaRebah mulai dikenal masyarakat.
Tapi seiring waktu, kejayaan objek wisata tersebut memudar dari tahun ke tahun. Pengunjung yang datang pun semakin mengerucut jumlahnya. Jikalaupun ada, hanya sekedar satu dua orang saja yang terlihat datang. Atau hanya sekelompok kecil pemuda-pemuda belia yang bergerombol menikmati sepoi angin di kawasan cagar budaya.
Pelantar kayu yang pernah menjadi idola juga semakin lapuk dimakan usia. Jika pengunjung menapaki lembaran-lembaran papan pelantar tersebut, maka akan terdengar bunyi papan berderik menandakan kondisinya yang lapuk. Parahnya, saat ini sebagian besar pelantar telah rusak dan roboh. Sehingga keindahan hutan bakau yang dimiliki ojek wisata tersebut tidak bisa dinikmati dengan leluasa.
Rumah-rumah panggung yang ada juga tidak terawat dengan baik. Terlihat kotor dan terbengkalai. Kawasan tersebut juga dipenuhi dengan rumput-rumput liar yang tumbuh subur menutupi beberapa bagian akses jalan setapak.
Beberapa pengunjung yang terlihat di lokasi tersebut menyayangkan keadaan tersebut. "Sayang saja tidak terawat. Padahal disini suasananya enak. Dingin," ujar Riko ditemui di lokasi tersebut. Padahal menurut dia, kalau kondisi pelantarnya masih bagus dan terjada, pengunjung bisa berjalan mengelilingi hutan bakau yang ada.
Untungnya, kondisi tersebut tidak akan bertahan lama. Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud)
Kota Tanjungpinang telah merencanakan melakukan pemeliharaan dan perbaikan objek wisata tersebut. Salah satu sarana pendukung, yaitu dermaga bahkan telah dibangun melalui Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatik (Dihubkominfo)
Kota Tanjungpinang. Demikian juga gapura dan juga tembok pembatas telah dibangun oleh Disparbud
Kota Tanjungpinang berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemrov) Kepri.
Tahun ini tidak tanggung-tanggung Disparbud
Kota Tanjungpinang juga akan mengerjakan Detailed Engineering Design (DED) gardu pandang, museum mini, galeri, cafe dan home stay. Jika telah selesai, DED tersebut akan segera diajukan ke Pemrov Kepri dan juga Pemerintah Pusat untuk meminta bantuan dana pembangunan.
Pelantar kayu yang telah rusak dan roboh, menjadi tanggung jawab Dishubkominfo
Kota Tanjungpinang itu, dikatakan Esram akan kembali dilanjutkan. Dimana pelantar tersebut akan menyatu dengan dermaga yang telah lebih dahulu dibangun.
"Target kami 2018 semua sudah selesai. Dan kawasan situs
Istana Kota Rebah ini bisa menjad kawasan eko-wisata," ujarnya.
***