LARA ANITA, Bukit Bestari
Belum lama ini, Batam Pos bersama beberapa awak media lokal lain, berkesempatan mengunjungi salah satu pulau yang belum dikenal baik oleh sebagian besar masyarakat Tanjungpinang, yakni Pulau Basing. Pulau ini memiliki panjang sekitar 750 meter dan di bagian terlebarnya 440 meter. Lokasinya tepat di depan pantai Tanjungsiambang, yang berada di Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari. Untuk mencapai pulau itu, bisa menggunakan pompong (transportasi laut, red) dari pantai Tanjungsiambang.
Asal usul penamaan Pulau Basing belum diketahui dengan pasti. Jika merunut dalam dialek Palembang, basing berarti sembarang. Tapi, warga Tanjungsiambang juga tidak tahu pasti kenapa pulau itu dinamai demikian.
Pulau Basing mulai terdengar gaungnya, sejak pusat Pemerintahan Provinsi Kepri dibangun di Dompak. Ditambah, sejak tahun 2013 lalu, Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang mulai memperkenalkan pantai Tanjungsiambang menjadi destinasi wisata baru bagi masyarakat Tanjungpinang, Pulau Basingpun perlahan naik pamor.
Saat menginjakkan kaki di pulau ini, mata akan dimanjakan oleh pemandangan asri, hamparan pasir putih turut menambah eksotis pantai di pulau perawan ini. Sama seperti pulau yang tidak berpenghuni pada umumnya. Pulau Basing juga ditumbuhi tanaman sejenis rumput liar nan rimbun yang tingginya melebihi pinggang orang dewasa, serta beragam semak lainnya. Pohon-pohon besar juga terlihat sangat rimbun dan lebat. Uniknya, pulau yang letaknya cukup strategis ini memiliki peninggalan berupa potensi cagar budaya, yang berwujud struktur bangunan. Jaraknya hanya sekitar 100 meter dari bibir pantai.
Bangunan tua itu berbentuk persegi, dengan permukaan yang datar. Sayangnya, tidak bisa diketahui pasti berapa luas bangunan itu. Pasalnya pepohonan rimbun dan semak belukar menutupi sebagian besar bagian bangunan lainnya. Hal unik lainnya, sepanjang dinding bangunan ditumbuhi pohon-pohon dengan akar yang memenuhi dinding. Membentuk pola indah, serupa sarang laba-laba.
Didepan bangunan terdapat satu bangunan kecil lain dengan luas sekitar 3x3 meter persegi, menonjol di depan bangunan utama yang menyerupai gua, seperti pintu masuk. Hanya saja, saat memasuki gua yang telah dihuni puluhan kelelawar itu, sudah dibangun tembok pembatas.
Menurut penuturan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kota Tanjungpinang, Juramadi Esram, diduga dahulunya gua tersebut adalah terowongan yang menjadi pintu masuk ke bangunan utama. Tapi sengaja dibangun tembok pembatas, supaya tidak ada yang bisa memasuki terowongan itu. "Takut sesat," kata Juramadi belum lama ini. Sebab, kata dia, konon kabarnya terowongan yang ada bentuknya berkelok-kelok. "Kita juga tidak tahu kan di dalamnya itu ada apa," ujarnya lagi.
Ia mengakui masih butuh kajian mendalam, terkait peninggalan bersejarah itu. Pasalnya, banyak cerita yang beredar, yang belum bisa dipastikan kebenarannya. "Ada yang bilang bangunan ini adalah tempat pesta para meneer Belanda. Ada juga yang bilang ini penjara zaman Belanda. Nanti bukan tidak mungkin tembok itu akan kita jebol untuk melihat dalamnya," ujarnya.
Perlunya dilakukan kajian terhadap bangunan itu, juga merunut dari laporan teknis Pulau Basing, Pengelolaan Kekayaan Budaya Kota Tanjungpinang tahun 2013, yang menyebutkan, pada tahun 2012 lalu telah dilakukan peninjauan oleh Balai Arkeolog Medan dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batu Sangkar. Dan telah merekomendasikan kepada Pemko Tanjungpinang, untuk segera dilakukan kajian-kajian menyangkut tingkat kerusakan yang ada di Pulau Basing. Dimana yang menjadi pertimbangan, yakni adanya nilai historis objek tersebut yang diperkirakan cukup tinggi, dengan kondisi fisik relatif bagus. Serta perlu segera mendapatkan penanganan yang tepat dan memadai bagi kepentingan lain yang lebih luas. Tapi, dalam laporan itu tidak disebutkan persis struktur bangunan apakah sebenarnya itu.
Teka-teki perihal sejarah bangunan tua itu menjadi buah bibir masyarakat Kota Tanjungpinang. Seorang warga Tanjungsiambang, Ibrahim yang pernah mendiami Pulau Basing pada tahun 1965-1971 malah menduga, struktur bangunan itu adalah peninggalan kerajaan Melayu yang masih berkaitan dengan kerajaan yang dulunya berada di Pulau Penyengat. "Itu penjara Raja Melayu," ujar lelaki kelahiran 1947 itu, saat ditemui di rumahnya yang berlokasi di pantai Tanjungsiambang, Rabu (25/6). Tapi, ia juga tidak bisa memastikan itu. "Asal mulanya tak tau. Orang-orang dulu tak pernah juga cerita apa-apa tentang Pulau Basing. Basing itu pun tak tau artinya apa," ujarnya. Meskipun pulau tersebut masih dipenuhi tanda tanya, Wakil Wali Kota Tanjungpinang, Syahrul beberapa waktu lalu telah mencanangkan, Pulau Basing tersebut menjadi objek wisata lain setelah Pantai Tanjungsiambang. "Kita pasti akan kembangkan Pulau Basing," ujarnya.
apkah masarakat umum boleh datang kesitu...
BalasHapusBoleh kok. Tp hrs hati2 krn mmg ga AD penghuninya.
Hapus