Pada akhirnya, semua akan menjadi..... berbeda
--------
Ini hari ke empat aku berada di kota yang selalu aku rindukan, sejak dua tahun kepulanganku ke Tanjungpinang. Ya, Yogyakarta.
Sudah jauh hari aku mengatur kepulanganku. Sekitar sebulan lalu dengan mantap, ku habiskan waktu dua Minggu untuk memadu kasih dengan kota yang selama lima tahun ini menjadi tempat ku habiskan masa-masa kenaifanku. Di kertas permohonan cuti kantorku, ku gurat tanggal 8 November 2015 menjadi titik awal masa istirahatku.
Seminggu sebelum keberangkatan, aku sempat was-was. Apa saja yang sudah berubah sepeninggalanku? Atau apakah semua akan tetap terasa sama? Dari cerita yang kudengar dari teman-teman, Jogja sudah tidak seramah dulu. Benarkah? Ya, kata temanku. "Jogja sudah semakin padat, kendaraan semakin banyak, lalu lintas macet, puluhan hotel dibangun, dan juga pusat perbelanjaan," ujarnya kala itu. Aku sempat berfikir, bukankah itu memang konsekuensi dari pembangunan? Jogja merupakan kotanya pelajar, setiap tahun ribuan mahasiswa baru menyerbu kota ini. bertambahnya jumlah pelajar, berbanding lurus dengan jumlah kendaraan yang masuk. Wajar saja menurutku.
Tapi bukan itu yang menggelisahkanku. Kepulanganku kali pertama ini, menandakan aku sendirian. Bukan sendiri dalam artian sebenarnya. Tapi, teman-teman sejawat yang juga sudah pulang ke daerah masing-masing.
--------------
8 November 2015
Aku merapal doa sesaat sebelum pesawat membawaku pulang ke kota penuh kerinduan ini. Sekitar pukul 18.30 WIB aku tiba di Bandara Internasional Adi Sutjipto, Yogyakarta.
Aku pulang....
Dengan diantar kenalan teman seperjalanan, aku menuju tempat tinggal yang sudah kudiami dua tahun lalu. Asrama Putri Riau Yogyakarta. Bangunan lantai dua, berwarna kuning dan bercorak melayu ini adalah rumah kedua ku. Rumah yang memberiku sahabat dan keluarga baru.
Dari luar tidak ada yang berbeda, kecuali halaman yang semakin rapi dan banyak ditanami bunga. Aku lantas menapaki teras untuk menggapai bel yang terdapat di kanan pintu. Ku tekan satu kali, belum ada jawaban. Ku tekan dua kali, akhirnya dua orang yang pastinya warga asrama menuju ke arah pintu, dua wajah asing yang tak ku kenali. "Ah, ini pasti adik-adik baru," aku berujar dalam hati.
Aku memperkenalkan diri dan meminta diantarkan ke kamar salah satu kamar kakak angkatan mereka, Sri Rezeki. Tinggal beberapa saja angkatan lama yang tersisa. Selebihnya sudah barang tentu adik-adik angkatan tahun 2013 ke atas.
Tidak ada Zahara, Syarifah Khairani, Rianti, Dewi, Dwi Eka Wati, teman-teman seangkatanku di asrama ini dan yang lainnya.
Aku baru sadar, kenangan memang telah tertinggal jauh ke belakang. Waktu membawa kita menuju tempat yang berbeda, serta orang-orang yang berbeda pula. Kendati di setiap sudut bangunan ini menceritakan perjalanan hidupku, tapi di dalamnya telah ditempati orang-orang baru yang siap mengisi dengan kenangan lainnya.
Mungkin memang begitulah hidup. Setiap orang akan datang lantas pergi. Kita hanya perlu membuka diri untuk menerima orang baru yang akan menoreh cerita yang juga baru. Beradaptasi memang tidak mudah, tapi bukan berarti itu tidak mungkin.
Waktu membawa mereka pergi, tapi waktu juga akan membawa mereka yang baru, untuk kembali. ******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar