Senin, 28 Oktober 2013

Workaholic #1 Aku dan Hari Sumpah Pemuda


Hari ini tanggal 28 Oktober 2013 adalah hari Sumpah Pemuda.  Seremonial yang pastinya dirayakan tiap tahunnya oleh lapisan masyarakat. Di tiap kota diadakan peringatan-peringatan dan acara dalam menyambut hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia ini.

Hari ini, tanggal ini, juga hari yang bersejarah bagi saya. Kenapa begitu? Coba deh dijawab hehe.. Hari ini adalah hari pertama saya bekerja. Hari pertama saya masuk kedunia baru. Dunia REAL. Fase selanjutnya setelah melewati masa studi universitas (dalam hati tetap berharap semoga bisa mengenyam pendidikan lagi, amin). Hari pertama saya memulai karir saya sebagai Jurnalis / Wartawan di Batam Pos perwakilan Tanjungpinang.

Pagi ini dimulai dari bangun tidur yang sangat bersemangat (setelah semalaman bergotong royong menguras air dari penampungan –yang secara tak sengaja- dibiarkan meluber masuk dan nyaris mencapai kamar kosku), kemudian bersih-bersih kamar dengan cekatan, kemudian mandi dengan hati berbunga- bunga seraya berkaraoke ria di kamar mandi dan bersiap-siap dengan dandanan ala kadarnya (maklum orang lapangan, ngga mesti kece :P). Dan.. capcusss...!!!

Datang lebih awal dari waktu yang ditentukan oleh bang Zekma (Beliau ini punya posisi yang cukup penting, beliau mengkoordinir serta memberi ide wartawan mencari berita kemana dan harus apa, juga mengecek hasil tulisan yang kami buat),  ternyata sudah ada Fatih – wartawan baru yang juga akan memulai debut perdananya hari ini – yang kebetulan baru datang. Naik ke lantai dua dan belum ada wartawan lain yang datang (sebelum pulang ini saya tau kalau wartawan itu datang ke kantor cuma sore untuk mengetik naskah dan kemudian dikirim ke pusat). Sembari menunggu obrolanpun mengalir. Dari Fatih ini saya tau kalau Tanjungpinang adalah “sarang” para penulis-penulis handal, dan sering diadakan acara-acara kesastraan di kota ini (haduh, merasa paling ngga up to date banget saya ini). Fatih ini memang niat banget buat kerja di surat kabar ini, dan pengetahuannya mengenai karya sastra itu bisa di acungi jempol deh. Aku Cuma bisa manggut-manggut denger ceritanya.


Akhirnya pukul 09.00wib Farah -bisa dibilang senior saya- menjemput kami* di kantor(read: saya dan Fatih) menuju ke morning bakery untuk rapat kecil (keren toh rapat di toko roti, makan roti, gratis pula :P). Disitu bang Zekma memberi arahan untuk kami. Fatih ditugaskan meliput di Polresta km5 Tanjungpinang. Sedangkan saya meliput kegiatan atau gerakan mahasiswa berkaitan dengan hari Sumpah Pemuda hari ini. Kebetulan yang memberi masukan adalah Fatih, setelah mendapat informasi dari temannya yang malam tadi menghadiri acara Himpunan Mahasiswa Peduli Bahasa Indonesia. Fatih memberikan nomor temannya.

Setelah saya hubungi ternyata temannya memberikan nomor yang lain, kemudian nomor yang lain itu juga tidak bisa diwawancarai saat itu dan memberikan nomor lain lagi (Nah loh. Bingung?? Iya sengaja kok hehe). Nomor yang diberikan ini ternyata nomor salah satu dosen Sastra Indonesia di FKIP UMRAH (Universitas Maritim Raja Ali Haji) yang merupakan Perguruan Tinggi Negeri Kepulauan Riau. Sempet takut ketika saat dihubungi beliau ngga mau menjawab telpon saya (sedikit lega juga, karena nomor beliau beda operator hehe), tapi ketika di hubungi via sms alhamdulillah beliau bisa dan akan bertemu di lapangan Pamedan jam 11.30 wib pagi tadi.

Saya pun bertemu dengan beliau. Dan ini adalah wawancara saya yang pertama.  Menurut saya, narsum* (read : nara sumber) saya ini adalah tipe orang yang sangat-sangat interaktif. Saya sangat kewalahan mendengarkannya berbicara. Saya tanya A beliau menjawabnya dari A-Z, saya tanya Z beliau juga menjawabnya juga dari A-Z. Wah ini tangan saya sampai gemeteran. Bukan karena grogi, tapi karena kelamaan megangin recordernya. Pegel gilak... :D

Beliau ini sangat menyayangkan bagaimana kita sebagai pemuda Indonesia, khususnya masyarakat melayu yang bertempat tinggal di Kepulauan Riau, dan merupakan tanah yang melahirkan bahasa Indonesia itu sendiri, ngga bisa memahami dan menerapkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari (udah ya, capek loh ngetiknya, bacanya kalau bisa sambil berapi-api dong yah :D).
Akhirnya bapak ini sangat pengertian terhadap penderitaan saya yang berjuang selama kurang lebih 50 menit dan nyaris pingsan saking pegelnya (oke, ini memang di-lebay-kan sodara :P). Percakapan pun di akhiri. Saya mohon pamit dan mengucapkan terimakasi. Leganya minta ampun waktu itu.

Agenda selanjutnya menemani Farah mncari lubang dijalan (berita bisa darimana saja toh.. hehe). Kemudian mendatangi Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Tata Kota. Ya mungkin memang sudah jadi kebiasaan pejabat daerah kali ya, selalu ngga ada waktu dicari. Sibuknya minta ampun. Semuanya ngga ada di tempat. Akhirnya kami pulang , mau makan laper udah jam 15.00 wib.
Eh jangan dikira perjuangan untuk mencapai kantor dinas itu mudah ya. Kami berdua harus melewati hujan badai dan ban motor bocor loh. Dikejar waktu pula. Yap jam tiga sore kami harus tiba di kantor buat ngetik naskah dan dikirim ke pusat (lewat dikit aja ngga apa-apa ding).

Sesampianya dikantor langsung deh ngetik. Saya dan farah berbagi berita karena Farah ngga dapat berita hari itu, tapi bukan farah dong kalau ngga punya berita. Doi udah punya berita lain juga kok. Oiya, belum kenalan sama Farah, toh. Farah itu lulusan SMAN 2 Tanjungpinang. Sama kayak saya. Dia dua tahun dibawah. Tapi kalau di kantor dia senior dong. Lulusan komunikasi IPB. Jadi jangan heran kalau gaya menulisnya sudah bisa dibilang mahir dan tanpa cela #tsaahh.


Menulis informasi yang diperoleh dari ransum itu juga ngga gampang loh. Apalagi kalau yang nulis itu dibawah level amatir seperti saya. Ya ampun lama banget mikirnya. Mau mulai dari mana nih? Awalnya nulis apaan nih? Nah pertanyaan seperti itu selalu jadi topik utama buat saya. Tapi kemudian saya berpikir, tulis aja yang ada di kepala dulu. Pokoknya ditulis aja. Selalu berhasil loh. Inspirasi seakan terus mengalir walaupun kadang-kadang agak mentok.  Namanya juga amatir, kan baru belajar :P.


Baris demi baris kata akhirnya terangkai berkat tekad kuat dan kemauan yang keras untuk menyelesaikan hasil yang baru setengah matang. Dibaca berulang-ulang, hapus sana, hapus sini. tambahin sana tambahin sini. Ctrl+x, Ctrl+c, Ctrl+V. Akhirnya, taraaaa.. selesai juga . Eits, jangan senang dulu, bakal di periksa sama bang Zekma loh. Oke, ditunggu.. Ditanya sana sini. Ini apa maksudnya, yang itu apa.. dan alhamdulillah selesai. Setelah berdiskusi mengenai apa yang mau diliput besok, jam 19.30 wib akhirnya pulang ke kosan tercinta deh. Saya dapat tugas ke perpusda dan kota. Hei jangan dikira mudah-mudah aja loh ya, ini daftarnya uda seabrek loh.


Pengalaman hari ini selesai sampai sini dulu yah. Masih pengen nulis lagi sebenarnya sih. Sebenarnya sih. Tapi jam sudah menunjukkan pukul 23.15 wib dan saya sudah sangat mengantuk dan lelah. Okeh.. tataaaaaaa.. :D


Minggu, 27 Oktober 2013

Adakah aku, Tuan?

Ada aku di sudut matamu, Tuan? Aku cuma menebak.
Ada aku di sudut senyummu, Tuan? Aku cuma menerka.
Adakah aku yang jadi alasanmu tertawa kala itu, Tuan? Aku cuma ingin tau.

Ada aku di hatimu, Tuan? Aku cuma bertanya. Tak usah salah tingkah.

Kata-kata yang kau lontarkan bersama candaanmu tak jarang buatku bertanya ada apa sebenarnya? apa yang kau sembunyikan?
Aku buntu.

Tentang  rasamu yang mungkin kau tahan disudut hatimu. Mungkin.
Kau telah menyimpannya cukup lama bukan? Berapa hari? Berapa musim?
Siapa yang menjadi saksinya? Adakah yang tau?
Apa yang menjadi saksinya? Hari-harimu? Atau kursi  laboratorium kampus yang pernah kita duduki siang itu untuk berbicara saat kau datang dan menyapaku kemudian kutinggal pergi ? Atau tugas akhirmu yang sekarang bertengger manis di rak bukuku? Sudah berapa lama? Aku tidak tau, aku cuma bertanya.

Kau tidak mau menjawabnya. Malah memintaku menunggumu ..


Minggu. 27/10

Sahabat #Jilid I


Sahabat itu adalah orang yang punya posisi cukup penting di kehidupan kita, juga punya pengaruh cukup kuat dalam pengambilan kebijakan. Ngga percaya? Mau ke 'mall' serunya sama sahabat, mau 'nongkrong' paling enak ada sahabat. Segala aspek kehidupan paling sering dihabiskan sama sahabat, khususnya bagi mahasiswa yang tinggal jauh dari keluarga (yakale :P). Disini sahabat adalah keluarga terdekat kita. Betul tidak??. 

Saya juga punya sahabat "dekat", dari semester awal sampai akhir kemana-mana selalu bareng, udah kayak sodaraan kembar. Kami memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Tapi bukankah perbedaan itu indah?. Dari perbedaan kami mejadi "lengkap". Saya beneran sayang loh sama mereka ini :).  Yuk kenalan sama sohib-sohib saya.


Mbak yang satu ini namanya Vela Yofy. Panggilannya Vela/ Ve. Cewek manis ini asli dari Desa Air Seruk, Belitung dan lahir pada tanggal 19 Maret. Yang paling mungil karena badannya paling kecil (read: pendek). Orangnya terkesan cuek dan masa bodoh. Tapi sebenernya dia itu care banget loh orangnya. Paling pinter. Paling berisik kalau lagi ada kelas (udah sering ditegur nih kalau yang satu itu, paling lucu pas ketauan serius mainan rubik haha). Paling serius kalau ngerjain soal ujian, ga bisa dikode-kodein. Penakut soalnya, takut ketauan sama pengawas. Rajin kuliah. Susah dititipin absen juga (ini nih yang ga asik :P). 
Kalau lagi laper bawaannya pengen makan orang muluk, gampang bete. Vela bawaannya netral dan cinta damai. Pertama kali kenal gadis melayu ini adalah saat Sosialisasi Pembelajaran dulu. Kesan pertama kalau liat vela ini adalah orang yang kalem, pemalu dan ngga banyak ngomong. Wah itu salah besar. Aslinya malu-maluin nih anak. Iya beneran loh. :D. Orangnya ceplas ceplos. Kadang nih kalau ngomong ngga di sensor dulu :P . Tapi dia baik banget loh. Vela ini spesialis Pencemaran lingkungan, ada biokimianya gitu deh :D

waktu nemenin penelitian saya

Beralih ke yang selanjutnya. Mbak yang ini bernama Siti Rahmawati, kelahiran 27 Oktober, tepat berulang tahun di hari ini. Happy Birthday sayang :* . Cewek manis ini berasal dari Lampung Tengah. Lahir dan besar di Lampung, tapi sukunya Jawa abis. Cewek satu ini tingkat sensitifitasnya tinggi. Perasa orangnya. Penyayang dan manjanya  minta ampun. Cengeng pula hehe (ampun cuy). Iya Siti ini memang manja loh beneran. Orangnya pinter. Dia ini paling mahir masalah analisis data. Temen- temen sering nanya ke Siti saat lagi gandrung-gandrungnya skripsi kala itu. Oiya, Siti itu spesialis Fisiologi Hewan.
Siti orangnya asik. Kemanjaannya itu bikin saya yang kadang gemes. Baik anaknya. Jago masak. Yang paling saya suka dari dia ini adalah bisa dititipin absen dan dikodein waktu ujian (ga tiap ujian kok, ngga boleh ditiru loh ya :P). Orangnya juga rada cuek sebenere. kalau lagi ngga mood judesnya minta ampun. Pertama kali kenal saat Sosialisasi Pembelajaran. Waktu itu Siti sudah kenal sama Vela.



















Yang terakhir ini Namanya Mery Kusmiaty. Dara Melayu asal Sumatera Selatan yang lahir pada tanggal 01 Oktober ini adalah cewek yang hobi banget berpetualang. Tomboy abis (tapi akhir-akhir ini doi sudah mulai menunjukkan sisi feminimnya loh). Mery hobi banget jalan-jalan. Obsesinya itu adalah keliling dunia. Kalau ngobrol sama dia pasti ceritanya aku pengen kesini nih, aku pengen kesana. Kapan ya bisa kesini. Kapan ya bisa kesana. Orangnya ngga tegaan sama temen. Boros banget nih cewek, selalu bilang "aku lagi bokek", ngga tau deh kapan punya duit nih anak (piss ndul :P). Anaknya manis, lihat aja tuh lesung pipinya, manis kan :). Gampang banget nih dititipin absen, sama kayak Siti hihi. Pertama kali kenal, mm kapan ya? Kok perasaan nih anak tiba-tiba nongol aja ya? hehehe . Mery ini ahli Sistematika Tumbuhan loh. Mery itu orangnya suka ngilang-ngilang. Tiba-tiba dah disini, tiba-tiba ngga tau deh kemana haha. **


Jumat, 25 Oktober 2013

Senja ku bersama luka

Kau pernah mengenal luka? Luka yang buatmu hampir gila sampai-sampai mampu buatmu lupa bahagia yang pernah kau rasa. Hari yang kau lampui terasa sama saja. Bahkan kicauan burung yang kata mereka merdu, sumbang kau dengar ditelinga. Kau malaikat pencabut nyawa. Kaulah. Kau yang membuatku tak bernyawa. Meregang ditengah-tengah tingginya cita. Cita kita.

Aku mati, ketika dengan cepat langkah kakimu beranjak pergi dan tak menoleh lagi. 

Ku titipkan luka ini. Sedikit - sedikit, di lorong-lorong yang ku lewati, di dermaga kotaku. Sengaja kutitipkan dan kutinggalkanketika gelap, agar orang tak tau bahwa aku sebenarnya luka. Aku tak mau orang tau bahwa kaulah sebabnya.  Ah.. masih saja terasa berat luka ini.

Senja, seolah mengerti dan tersenyum coba menghiburku. Tapi, tau apa dia? senyuman itu bahkan seoalah mengejekku. Tau apa senja? bukankah dia tak tau apa itu luka? Senja pasti tak pernah terluka. Karena dia hanya senja. Sudah pergi saja senja. Biar malam yang menemaniku. Luka.

Tentang Aku. Kamu. Kita. Dulu

Aku pernah bahagia karena kita. Aku pernah bahagia saat sayang bukan lagi sekadar kata-kata. Bahkan kita, pernah bahagia saat sedang menjalin rasa yang mereka sebut dengan cinta. Tentang menjadi alasan mengapa di hari yang buruk kita masih bisa bertukar senyum, tentang menjadi satu-satunya nama yang terucap sesaat sebelum mata memejam. Itulah kita, pada mulanya tercipta dan mungkin masih ada kenangan tersisa, maka itu masih kuingat walaupun cukup menyiksa.

Dulu, cinta seperti tamu agung yang selalu kita sanjung. Aroma asmara mengajakku merapihkan hati dan memberikan ruang untuk kau tempati. Percakapan dan pertemuan seperti barang berharga yang tidak bisa ditemui di pasaran. Hanya denganmu aku temukan kenyamanan dan perasaan-perasaan langka. Aku bahagia dengan cinta yang sederhana. Dengan dunia khayal bahwa nantinya cinta kita akan kekal. Aku dan kamu tanpa aral.

Sedikit demi sedikit aku mengumpulkan mimpi-mimpi tentang kita di masa depan. Aku tersenyum lebar walau segalanya belum menjadi kenyataan. Kamu mulai hadir menjadi alasan di balik segenap senyuman. Kini aku tahu, kali ini kita sudah saling menemukan. Aku hitung satu per satu, rasanya nyaris semua sudah kulakukan untukmu. Aku hitung satu per satu, rasanya mustahil ada alasan yang cukup kuat untuk mencegah kita tidak bersatu. Ya, kukira begitu. Namun, harapan dan kenyataan terkadang enggan sejalan. Aku dan kamu yang kukira pada mulanya sama-sama saling ingin menjadi sebuah ‘kita’ ternyata hanya wacana. Kisah klasik yang tak kesampaian, yang bingung kapan berawal, tapi tiba-tiba sudah sampai di ujungnya.

Mungkin memang ada beberapa cinta yang harus tetap disimpan, tidak untuk disatukan.
Untukmu, bahagiamu. Untukku, bahagiaku.
Mungkin memang seharusnya berjalan seperti itu. Aku yakin ini semua telah digariskan. Tak mungkin Tuhan tak merencanakan. Biarkan kita nikmati saat-saat terpuruk, sebab bahagia yang lebih banyak pasti sedang menunggu kita jemput.

Percayalah.

Tanjung Pinang. Yogyakarta

Tanjung Pinang, Ibu Kota dari Kepulauan Riau. Negeri kepulauan yang memiliki banyak pantai tentunya. Walaupun merupakan Ibu Kota, kota ini bukanlah kota besar seperti Batam maupun Ibu Kota lainnya. Kota Tanjung Pinang bukan kota yang padat, bukan kota yang lalu lintasnya padat merayap, bukan kota serba ada. Belum cukup lama saya mengenal kota ini. Hanya semasa SMA saya benar-benar tinggal dikota ini. Tiga tahun disini saya masih merasa biasa saja dan belum merasakan 'greget' yang benar-benar membuat saya jatuh hati. Pun ketika meninggalkan kota ini untuk melanjutkan studi di luar kota. tidak ada perasaan sedih ataupun kehilangan seperti yang teman-teman saya ceritakan.

'Ngomongin' kata serba ada, saya langsung terkenang kota yang sempat torehkan banyak cerita indah untuk kehidupan saya. Baik yang indah maupun tidak indah. Suka juga duka. Yap, apalagi kalau bukan kota istimewa, Yogyakarta. Setelah SMA saya melanjutkan studi di kota Pelajar ini.

Banyak julukan diberikan untuk kota ini. Kota Istimewa, Kota Budaya. Kota Gudeg. Kota Pelajar. Miniatur Indonesia. Kota Romantis. Kota Seniman dan yang lainnya. Saya sangat setuju dengan semua julukan tersebut. Bahkan sebutan-sebutan tersebut terasa masih kurang untuk mewakili betapa 'wah' nya kota ini.

Awal menginjakkan kaki di kota ini -tepatnya tahun 2008 lalu- saya rada terkejut. Bagi saya yang belum pernah meninggalkan pulau Sumatera, saya punya satu bayangan bahwa kota Yogyakarta itu sama seperti kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Memiliki bangunan-bangunan yang tinggi menjulang dan gedung-gedung tinggi. Agak kecewa saat itu.

Tak Kenal Maka Tak Sayang. Pepatah itu cocok untuk saya kala itu. Minggu-minggu pertama saya merasa tidak betah, belum mampu beradaptasi, apalagi dengan makanannya. Ahaaaa... setiap hari makannya di warung makan padang loh Tapi untungnya warung padang di Jogja nggak mahal kayak di Tanjung Pinang. Ini yang mulai membuat saya betah. Makanannya murah-murah cuy. Dua kali lebih murah dari tempat asal. Yeaaayyyy...!!! :D

Selain harga makanan yang membuat saya suka di Jogja adalah sapa dan keramahan warga Jogja. Bagi saya itu Amazing banget ketika saya berjalan dan di sapa oleh orang-orang yang juga berpapasan, meskipun hanya lewat senyum dan anggukan kepala, hal itu sangat memberi nilai plus untuk Kota ini. Berbeda ketika di Tanjung Pinang. Saya sedang berjalan kaki untu menuju tempat wawancara kerja. Di perjalanan saya menyapa dan tersenyum seorang Bapak yang juga berada di jalan, tapi yang ada saya cuma di bengongin doang saudara. Sedih dan sakit sekali waktu itu haha. Tapi saya tetap positif dong. Dalam hati saya coba menghibur diri " oh, mungkin Bapak tadi ga mendengar sapaanku, dan matanya lagi ngantuk kali". Dan semenjak itu, saya rada trauma. :P

Buat kamu yang pengen cepat pinter juga sangat pas berada di kota ini. Mau belajar apa aja bisa. Cari tempat les Bahasa Inggris, ada. Les Bahasa Jerman, Prancis, Korea, Mandarin, Jawa semua ada. Mau cantik juga bisa. Ada salon ini, salon itu, dari a-z ada. Nah coba deh sebutin kamu pengennya apa di Jogja ini? hayo bilang!!...

Tapi di kota yang serba ada ini, kita harus pinter dong yah tentunya membawa diri. Semua fasilitas serba ada ini tentunya memberi dampak yang baik bagi yang mengambil sisi baiknya. Namun, kalau kita nggak bisa memilah, bisa jadi kita akan malah memilih bagian terburuknya. Serba ada disini memang benar-benar serba ada. Tempat-tempat hiburan yang notabene berhubungan dengan dunia malam dan pergaulan yang ngga dibatasi karena faktor jauh dari orang tua dan keluarga membuat kita bebas. Bebas melakukan ini. Bebas melakukan itu. Nah, kalau sudah terlanjur jatuh dibagian buruknya itu, nantinya malah akan menyulitkan kita. Kuliah yang gak kelar-kelar, nilai studi yang berantakan, di DO dan malah masuk bui. Kalau sudah demikian kehidupan kita bakal berantakan, kan.(Nah lo, malah jadi ceramah hehe).

Oke. Cukup beberapa minggu saja saya berkenalan dengan kota yang "asing" ini, saya sudah mulai jatuh hati. Kota ini membuat saya nyaman, aman, tentram dan damai.  Saya telah benar-benar jatuh cinta . I'm Falling In Love You Jogja, halah hahaha. Bahkan sekarang ketika raga saya tidak berada di kota itu, hati saya serasa tetap tinggal dan menetap disana. Betapa dahsyatnya efek dari Kota Sultan itu. (Lara)