Minggu, 06 Maret 2016

Menjejaki Keindahan Pantai Tanjungsiambang

          


Siapa bilang Tanjungpinang tidak memiliki pantai yang indah menawan? Cobalah kunjungi Pantai Tanjungsiambang. Sihir senjanya membikin syahdu, pasir putihnya membikin rindu.

LARA ANITA, Kota Tanjungpinang

Beberapa waktu lalu, saya mengunjungi salah satu pantai yang berada di Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari. Yap! Pantai Tanjungsiambang. Pantai ini terbilang perawan, karena belum banyak dikenal orang. Tapi, memiliki keindahan alam yang mempesona.

Dimana lokasi Pantai Tanjungsiambang? Itu menjadi pertanyaan wajib beberapa teman yang kemudian menanyakan gambar pantai yang pernah terpampang di display picture Blackberry Massanger (BBM, red) saya.

Lokasi pantai ini tidak jauh dari Pusat Pemerintahan Provinsi Kepri. Bagi pengunjung yang belum pernah datang, akan menemui sedikit kesulitan karena ketiadaan penunjuk jalan. Untuk menyiasatinya, bisa bertanya langsung kepada warga setempat. Perjalanan untuk sampai ke pantai ini juga memakan waktu relatif lama, yaitu sekitar 30 menit jika menggunakan sepeda motor. Itu pun tergantung dari mana pengunjung memulai perjalanannya, dan menggunakan kendaraan apa.

Dulunya, Dompak tidak dapat dijangkau dengan mudah karena merupakan satu pulau terpisah. Sampan dan juga pompong (perahu bermesin) merupakan satu-satunya alat transportasi yang digunakan untuk mencapai Dompak. Tapi semenjak Pusat Pemerintahan Provinsi Kepri berada di Dompak, berbagai akses dibangun untuk mempermudah jangkauan, seperti jembatan dan jalan raya. 

Meskipun memakan waktu yang tidak sebentar, penat yang didapat dari jauhnya perjalanan akan terbayar dengan keindahan yang disuguhkan Pantai Tanjungsiambang. Sangat disarankan berkunjung pada sore hari, karena cuaca pantai akan semakin bersahabat di kala senja. Pun menjelang senja, hembusan angin terasa menyenangkan. 

Pantai Tanjungsiambang memiliki garis pantai yang panjang, dengan pasir putih yang lembut ketika menyapa kulit. Perairan yang dangkal dan jernih dengan ombak yang tenang menjadi hiburan tersendiri bagi anak-anak kecil. Mereka bermain di tepian sembari tertawa riang. Bahagia sekali.

Keindahan pantai ini tidak hanya dapat dinikmati dari tepi pantai. Tapi, bisa juga melalui dermaga yang menjorok ke laut. Uniknya, dermaga ini cukup panjang, karena menyesuaikan dengan kondisi pantai yang landai. Menanti matahari tenggelam sembari duduk di tepian dermaga, ditemani sejuk semilir angin senja juga menjadi pilihan yang tidak bisa ditampik. Gugusan pulau yang tampak sejauh mata memandang, kian menambah eksotisme pantai ini.

Pantai Tanjungsiambang berhasil membikin betah. Itu karena suasana yang damai, juga keindahan yang seperti tidak ada habisnya.***

         

      

Kamis, 03 Maret 2016

Pudarnya Pesona Objek Wisata Kota Rebah





Situs Istana Kota Rebah sempat menjadi objek wisata populer di Kota Tanjungpinang. Tapi seiring waktu, kejayaan tersebut  memudar karena tidak terpeliharanya kekayaan sejarah yang ada.

LARA ANITA, Kota Tanjungpinang

Kota Tanjungpinang yang berada di Selatan Pulau Bintan merupakan kota yang sarat sejarah, budaya dan adat istiadat Melayu. Wajar jika kemudian banyak ditemukan jejak peninggalan Melayu, salah satunya Istana Kota Rebah.

Situs Istana Kota Rebah berada tidak jauh dari Jembatan Engku Putri di Jalan Daeng Celak Tanjungpinang . Letaknya persis berada di pinggiran Sungai Carang. Situs tersebut bisa dijangkau dengan mudah melalui jalan setapak yang baru dibuka, yang jaraknya sekitar 50 meter dari Jembatan Engku Putri. Cukup mengikuti alur jalan tersebut, kita akan tiba di pintu masuknya.

Merujuk berbagai sumber, sejarah mencatat situs ini sebagai Istana Kota Lama atau Kota Raja. Di sanalah tapak awal kekuasaan Kesultanan Melayu Riau-Johor-Pahang-Lingga ditabalkan, sebelum akhirnya berpindah tempat sesuai dinamika sosial-politik pada masa itu. Istana ini dibangun pada tahun 1673-1805 yang menjadi hulu sungai Riau atau sekarang disebut Sungai Carang.

Sebutan Istana Kota Rebah sendiri merupakan penamaan yang diberikan oleh masyarakat sekitar kawasan situs. Itu didasarkan pada penampakan bangunan tersebut di masa kini, yaitu hanya sebagian kecil bangunan saja yang terlihat, yaitu pondasi dan sebagian kecil tembok, dimana struktur bangunan tersebut sebagian besar rebah ke tanah.

Atas prakarsa Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang, sekira tahun 2010, tidak jauh dari lokasi bangunan, atau tepatnya di kawasan pesisir yang dikelilingi oleh rimbunnya hutan bakau, dibangun pelantar-pelantar kayu memanjang, memotong dan mengelilingi hutan bakau tersebut. Jadilah kawasan tersebut menjadi satu objek wisata , dengan tujuan sebagai satu destinasi tujuan wisata masyarakat Kota Tanjungpinang pada khususnya, dan masyarakat Kepri pada umumnya.

Di lokasi situs Istana Kota Rebah juga dibangun pondok-pondok kecil, serta rumah-rumah panggung yang bisa dimanfaatkan bagi pengunjung untuk melepas lelah. Kawasan tersebut dipercantik untuk menarik wisatawan berkunjung.



Sejak saat itu, banyak pengunjung yang mulai berdatangan untuk menikmati objek wisata tersebut, menghabiskan waktu bersama keluarga, menikmati pemandangan dan panorama dari pelantar kayu yang telah dibangun. Dari situ, nama Istana KotaRebah mulai dikenal masyarakat.

Tapi seiring waktu, kejayaan objek wisata tersebut memudar dari tahun ke tahun.  Pengunjung yang datang pun semakin mengerucut jumlahnya. Jikalaupun ada, hanya sekedar satu dua orang saja yang terlihat datang. Atau hanya sekelompok kecil pemuda-pemuda belia yang bergerombol menikmati sepoi angin di kawasan cagar budaya.

Pelantar kayu yang pernah menjadi idola juga semakin lapuk dimakan usia. Jika pengunjung menapaki lembaran-lembaran papan pelantar tersebut, maka akan terdengar bunyi papan berderik menandakan kondisinya yang lapuk. Parahnya, saat ini sebagian besar pelantar telah rusak dan roboh. Sehingga keindahan hutan bakau yang dimiliki ojek wisata tersebut tidak bisa dinikmati dengan leluasa.

Rumah-rumah panggung yang ada juga tidak terawat dengan baik. Terlihat kotor dan terbengkalai. Kawasan tersebut juga dipenuhi dengan rumput-rumput liar yang tumbuh subur menutupi beberapa bagian akses jalan setapak.



Beberapa pengunjung yang terlihat di lokasi tersebut menyayangkan keadaan tersebut. "Sayang saja tidak terawat. Padahal disini suasananya enak. Dingin," ujar Riko ditemui di lokasi tersebut. Padahal menurut dia, kalau kondisi pelantarnya masih bagus dan terjada, pengunjung bisa berjalan mengelilingi hutan bakau yang ada.

Untungnya, kondisi tersebut tidak akan bertahan lama. Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kota Tanjungpinang telah merencanakan melakukan pemeliharaan dan perbaikan objek wisata tersebut. Salah satu sarana pendukung, yaitu dermaga bahkan telah dibangun melalui Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatik (Dihubkominfo) Kota Tanjungpinang. Demikian juga gapura dan juga tembok pembatas telah dibangun oleh Disparbud Kota Tanjungpinang berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemrov) Kepri.

Tahun ini tidak tanggung-tanggung Disparbud Kota Tanjungpinang juga akan mengerjakan Detailed Engineering Design (DED) gardu pandang, museum mini, galeri, cafe dan home stay. Jika telah selesai, DED tersebut akan segera diajukan ke Pemrov Kepri dan juga Pemerintah Pusat untuk meminta bantuan dana pembangunan.

Pelantar kayu yang telah rusak dan roboh, menjadi tanggung jawab Dishubkominfo Kota Tanjungpinang itu, dikatakan Esram akan kembali dilanjutkan. Dimana pelantar tersebut akan menyatu dengan dermaga yang telah lebih dahulu dibangun.

"Target kami 2018 semua sudah selesai. Dan kawasan situs Istana Kota Rebah ini bisa menjad kawasan eko-wisata," ujarnya.
***

Antusias Tonton Lomba Tradisional *)Pulau Penyengat Dipadati Pengunjung


-----Just Sharing; Late Post--------------


Bukan pemandangan biasa Pulau Penyengat dipadati pengunjung. Tapi hari ini berbeda, ribuan pengunjung terlihat berbondong-bondong memasuki dermaga kedatangan di Pulau Penyengat

LARA ANITA, Tanjungpinang 

Dermaga keberangkatan menuju Pulau Penyengat di Tanjungpinang telah dipadati masyarakat sejak pukul 10.00 WIB, Minggu (21/2) kemarin. Ini merupakan pemandangan yang tak biasa, bahkan di saat libur Hari Raya Idul Fitri sekalipun.  Saking padatnya, warga harus rela mengantri bermeter-meter panjangnya, demi  memperoleh giliran menaiki pompong untuk segera menyeberang. 

Perairan Tanjungpinang - Penyengat juga terlihat sibuk, karena banyaknya pompong yang berseliweran mengantarkan penumpang pulang pergi, tiada henti.

Adalah Festival Pulau Penyengat (FPP) yang merupakan penyebab utama membludaknya jumlah pengunjung ke PulauPenyengat. Bukan tanpa alasan yang kuat, orang-orang  berdatangan ke Pulau Penyengat adalah untuk menyaksikan FPP lantaran banyaknya jenis kegiatan yang diperlombakan. Berhubung hari ini (kemarin, red) adalah hari Minggu, didukung cuaca yang sangat mendukung, tidak panas dan tidak hujan. Maka jadilah waktu yang tepat untuk berwisata bersama keluarga.

Festival Pulau Penyengat merupakan iven perdana, yang memperoleh dukungan dari Kementerian Pariwisata dan diprakarsai oleh Pemerintah Kota Tanjung Pinang. 
Festival yang menyuguhkan 20 jenis kegiatan bercirikan melayu ini dilaksanakan selama lima hari, tepatnya tanggal 20-24 Februari 2016.  Beberapa perlombaan tradisional yang diadakan, seperti sampan layar, gurindam 12, jong, layang-layang, pukul bantal, gasing, ngambat itik, renang tradisional, dan kuliner melayu.
Pengunjung terlihat antusias menyaksikan perlombaan-perlombaan yang digelar, seperti pada perlombaan ngambat itik dan pukul bantal. Pada perlombaan ngambat itik, sejumlah itik akan dilepas di perairan, selanjutnya para peserta akan berlomba-lomba mengejar itik tersebut untuk ditangkap. Sangat lucu, karena peserta kesulitan ketika mengejar itik yang berlarian kesana kemari di permukaan laut. Karena kepayahan berlari dalam air, tidak sedikit peserta yang mengejar itik dengan cara berenang.
Bagaimana dengan perlombaan pukul bantal? Sesuai namanya, perlombaan ini menggunakan bantal guling sebagai senjatanya. Dua peserta terlebih dahulu duduk berhadapan di atas kayu pinang yang telah dibentuk serupa gawang. Baru setelah aba-aba diberikan, keduanya boleh saling memukul. Repotnya, bantal yang digunakan menjadi sangat berat karena basah. Sehingga peserta tidak bisa memukul dengan lincah. Dalam perlombaan ini, yang jatuh pertama kali, dialah yang kalah. Tapi jangan khawatir, karena dilakukan di atas air, peserta yang jatuh tidak akan mengalami cedera apapun. 
Para penonton juga memberikan semangat kepada peserta dengan meneriakkan yel-yel penyemangat dengan kompak. Tidak puas hanya menonton di pelantar, beberapa pengunjung akhirnya ikut masuk ke dalam air, menonton dari dekat sembari bermain air. 
Perlombaan lain juga tidak kalah serunya. Beberapa penonton mengaku senang dengan banyaknya kegiatan yang diadakan. Mereka mengaku bingung harus menentukan mana perlombaan yang akan ditonton terlebih dahulu. "Semua perlombaannya unik. Maunya nonton semua, tapi karena diadakan bersamaan, kami tidak bisa menonton semuanya dari awal," ujar Suryanto, warga Kijang Kabupaten Bintan yang datang bersama dua orang temannya.
Kamu pecinta sejarah? Dalam Festival Pulau Penyengat ini juga telah diagendakan kegiatan Seminar Gurindam 12 yang dilaksanakan Senin (22/2) mulai pukul 09.00 WIB di Balai Adat Pulau Penyengat. Dalam seminar ini, budayawan terkemuka di bumi melayu, Rida K Liamsi didapuk menjadi keynot speaker.  Dan akan menyampaikan makalah dengan judul Gurindam XII Karya yang Melintasi Zaman. 
Selain Rida K Liamsi,  juga akan diundang pembicara dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.  Sedangkan dari daerah  (Kepri, red) narasumber yang akan  diundang adalah Syamsul Bahrum (tokoh masyarakat), Abdul Malik (akademisi dari UMRAH Tanjungpinang), Raja Malik Hafrizal (Budayawan Pulau Penyengat), Raja Abdurrahman (Budayawan Pulau Penyengat),  dan Juramadi Esram, (Kadisparbud Kota Tanjungpinang).
Selain itu, juga akan digelar klinik sastra pada Selasa (23/2) dimulai pukul 09.00 WIB di Balai Adat.

lomba Sampan Jong

lomba pukul bantal


 ***