Minggu, 22 Maret 2015

Tolong Berusaha Lebih Keras

Boleh aku memintamu berusaha kembali? Berusaha lebih keras? Ekspektasiku terlalu tinggi untuk kau dan aku menjadi 'kita'. Aku sudah terlalu yakin kita bisa menaklukkan dunia. Bisakah kau berusaha mematahkan tradisi ini? Tradisi dan keyakinan yang saat ini membelenggu kita, terikat mati. Tak bisakah perlahan kau longgarkan simpul mati yang begitu menjerat erat itu? Kau sudah berjanji bukan?  Dan aku memegang janjimu. Salahkah? 

Bolehkah aku memintamu berusaha lebih keras lagi? Aku tidak meminta segera, aku akan menunggu. Satu musim, dua musim, bermusim-musim? Tolong jangan minta aku berhenti. Aku bahkan tidak perlu menjelaskan kenapa bisa begini. 

Jangan anggap aku gila. Mungkin aku sudah gila sejak pertama mengiyakan pertemuan pertama kita. Masih ingat? Kamu tau? Saat itu aku harus berjibaku, berdebat hebat antara logika dan perasaan. Kau yang meyakinkanku. Akupun lantas mempercayaimu.

Tolong berusaha. Bisakah? Maukah? Bersediakah? 

Minggu, 08 Maret 2015

Boleh?

Tuhan. 
Bolehkah aku berharap? Meskipun aku tidak tahu apa yang sedang kau rencanakan

Bolehkah aku terus menyebut namanya di dalam senyap?
Di dalam doa yang ku semat
Berulang-ulang
Sampai akhirnya Kau luluh, lantas membiarkan kami bersama

Jumat, 06 Maret 2015

Hamster dan si Buncit Berlesung Pipit



Hamster adalah binatang kecil, rapuh tetapi lucu dan menggemaskan.

Suatu hari, ada seekor hamster mungil tersesat. Berhari-hari terkatung-katung sendirian, tidak tahu arah dan tujuan. Sendirian. Umurnya di dunia masih terbilang muda. Keluarganya hilang atas keserakahan manusia yang memperjual belikan jenisnya. Ia sangat membenci manusia.

Sebenarnya, dia takut sendiri, karena bisa saja terinjak oleh kaki manusia yang tidak menyadari kehadirannya. Ia juga kesepian. Di tengah keputus asaannya, ia berdoa agar dikirimkan seseorang yang yang bisa melindunginya. Langit lantas mendengar doa putus asa hamster lucu tersebut. 

Suatu pagi, seperti biasa hamster sedang mencari makan tidak jauh dari sarang tempat tinggalnya. Dia terlalu asik mengutip biji-bijian kecil di bawah pohon rindang. Ia terlalu asik makan, sampai-sampai tidak sadar ada seekor ular besar tengah memperhatikan dan bersiap memangsa tubuh mungilnya. Pelan, ular tersebut mendekati hamster. 

Tapi tiba-tiba, "Braaaaakk," ular itu seketika menggelepar. Hamster kaget dan sontak lari bersembunyi, mengintip apa yang terjadi. Dari balik semak tempatnya bersembunyi, ia melihat ular yang besarnya berkali-kali lipat dari tubuhnya menggelepar. Mati. Ia pun sadar maut nyaris menghampiri. 

Tidak jauh dari ular, ia melihat manusia berwajah lembut sedang berjongkok dan melihat ke arahnya. "Hai hamster lucu," ujar manusia itu ke binatang yang meringkuk ketakutan di balik semak yang tidak terlalu lebat.

Manusia itu kemudian mendekati hamster, mengulurkan tangan. Dengan tatapan meyakinkan, bahwa ia tidak akan menyakiti hamster itu. Hamster tidak bergeming, masih takut. Teringat yang terjadi kepada keluarganya. 

Manusia berperut buncit berlesung pipit itu tetap sabar menunggu. Wajahnya sangat menenangkan. Ia lantas berujar "ayo hamster, aku tidak akan melukaimu. Aku hanya ingin menemanimu," si buncit berselonjor dan membuang pandangannya ke langit.

Hamster sebenarnya masih merasa takut. Tapi demi melihat wajah teduh bersahabat itu, ia lantas memberanikan diri. Pelan pelan ia dekati si buncit berlesung pipit itu. Rupanya si buncit menepati janjinya, ketika hamster sudah sangat dekat dengannya, ia justru membelai tubuh mungil hamster yang gemetar. Sembari tersenyum, si buncit bilang akan membawanya ke rumah, untuk menemaninya. Hamster diam saja, mengiyakan. 

Rumah si buncit tidak jauh dari hutan. Tidak besar, tapi memiliki halaman yang luas dengan rumput hijau terhampar dengan indah. Hamster amat menyukai rumput, dan itu membuatnya tertawa riang. Tentu saja dengan suara mencicit. Karena hamster tidak bisa tertawa bukan. 

Si buncit membiarkan hamster berlarian di pekarangan. Berlari kesana kemari. Tidak berapa lama, si buncit mengeluarkan sekantong kuaci dari saku celananya, untuk hamster. Ditaruhnya di atas rumput hijau, lantas ia memanggil hamster yang sedang riang gembira itu. Hamster makan dengan lahap, dan tidak henti-hentinya mencicit. Bilang dalam hati, si buncit amat baik. Tidak seperti manusia yang dijumpainya selama ini. Dalam hati ia berjanji, akan selalu menemani si buncit kemanapun, dan akan membuatnya selalu bahagia.

Tapi ternyata, masa bahagia hamster tidak berlangsung lama. Ketika si buncit membawanya masuk ke dalam rumah, ternyata ada peliharaan lain yang menunggunya. Dua ekor kucing manis duduk manis di kursi tamunya. Satu ekor kucing betina, dan anaknya berukuran mungil.

Hamster tidak berani mendekat, karena si kucing telah menatap galak. Hamster pun bersembunyi di balik kaki meja di dapur. Kendati begitu, si buncit tetap memperhatikannya, menyayanginya. Buncit menyayangi kucing itu, dan juga menyayangi hamster.

Tapi rupanya, si kucing tidak bisa menerima kehadiran hamster di dalam rumah majikannya yang sangat disayanginya. Bagi kucing, dialah peliharaan si buncit dan tidak boleh ada yang lain. Si kucing mendadak rewel, tidak mau makan. Hal itu membuat si buncit sedih. Hamster menyadari itu, dan teramat sedih. Ia berfikir, kenapa kehadirannya tidak bisa diterima kucing. 

Beberapa hari kemudian, si buncit mendekati hamster. Meminta maaf, dan bilang akan mengembalikan hamster ke rumah asalnya. Hamster diam saja, ia sedih. Si buncit berusaha menenangkan hamster, dengan mengelus bulu-bulu di tubuh ringkihnya yang terlihat kaku. Jika si buncit menyadari, ia akan melihat butiran air mata yang sangat kecil mengalir dari mata si hamster.

Buncit mengulurkan tangan, dan hamster hanya menurut saja. Ia pasrah dengan keadaan, dan ia sadar diri. Hari itu, ia kembali dipaksa untuk belajar mengobati sesaknya berpisah dengan yang dikasihi.