Rabu, 11 November 2015

Berbelanja Sayur Murah, Dapat Bonus Senyum Ramah


Berbelanja ke pasar tradisional adalah salah satu yang ku gemari. Ritual belanja kali ini istimewa, karena selain harga sayur mayur yang sangat murah, sepanjang perjalanan aku disuguhi keramahan warga Jogja.

-----------

Sudah tiga hari ini perutku diisi oleh makanan berkalori tinggi. Aku, tentu saja penyuka kuliner seperti orang kebanyakan, tapi ibuku selalu berpesan untuk menghindari makanan berlemak yang memiliki kolesterol jahat. Karena itu aku sangat membatasi asupan yang akan diterima oleh lambungku. 

Asrama Putri Riau Yogyakarta yang berlokasi ditengah-tengah restauran dan tempat makan, sangat berpotensi membuatku menyantap makanan berkalori tinggi. Tempat makan Bungong Jeumpa misalnya. Sebelumnya restoran ini tidak berada tepat di sebelah kanan bangunan asrama. Melainkan di pertigaan menuju Jalan Magelang. Tapi sekarang sudah berdiri dengan anggunnnya berjajar di sebelah asrama, hanya dibatasi pagar tembok setinggi sekitar dua meter. 

Nikmat mana yang kau dustakan? Jika lapar, langsung saja melenggang menuju restoran makanan Aceh tersebut. Selain dekat, harganya cukup murah dibanding tempat makan lain yang berdekatan dengan asrama. Masakan Aceh terkenal dengan kari, gulai dan berbahan lemak lainnya. Bah!! Sudah dua kali aku menyantapnya. Dan rasanya kok merasa berdosa ya?? Belum lagi sebelumnya juga makan sate Padang. Duh.

Jadilah hari ini dengan berbekal tekad dan semangat yang kuat, ku langkahkan kakiku menuju pasar yang tak jauh dari asrama, Yap! Pasar Kranggan. Pasar Kranggan ini justru tidak tepat berada di Jalan Kranggan, melainkan di Jalan Poncowinatan, dekat sekali dengan Tugu Pal atau yang dikenal dengan Tugu Jogja. 

Aku sudah bangun pukul 05.00 WIB. Bagi kamu yang sama sekali belum pernah bertandang ke Yogyakarta mungkin akan kaget. Bagaimana tidak, pukul 05.00 WIB di Jogja itu hampir setara dengan pukul 6.30 WIB di Tanjungpinang, atau mungkin daerah lain di Sumatera. Terang Benderang alias matahari sudah bersinar dengan garangnya. Disini waktu subuh sekitar pukul 04.20 WIB. 

Pukul 06.00 WIB aku segera bergegas menuju Pasar Kranggan. Jarak yang tidak terlalu jauh, sekitar 1 kilometer membuatku lebih memilih untuk berjalan kaki. Mengendarai motor hanya membuatku kehilangan momen yang tidak bakal kutemui di Tanjungpinang. Apalagi kalau bukan keramahtamahan warga Jogja.

Sepanjang jalan, hampir semua yang berpapasan denganku menyunggingkan senyum manis seraya menyapaku dengan sebutan 'Mbak'. Meskipun orang tersebut berumur jauh di atasmu, ia tidak akan segan menyapa. Bapak yang sedang membersihkan daun-daun kering di jalan, ibu-ibu yang sedang berolahraga, bahkan mbah-mbah yang juga sedang menuju pasar. Duh, aku sedikit gerogi. Tapi lama-lama aku menikmati ritual memberi senyum dan menyapa itu. 

Bagi kamu yang baru datang, jangan segan memberikan senyum dan sapaan hangat bagi orang yang kebetulan kamu temui di jalan ya. Tapi lihat-lihat sikon juga. Kalau di Mall, ini biasanya tidak berlaku. Kamu mau senyumin orang-orang satu Mall? Kalau mau, silahkan sih. Hehe.

Aku memilih jalan pintas, dari asrama di Jalan Monginsidi menuju pertigaan di depan SMK 3 Jetis. Dari situ mengikuti jalan sempit menuju Jalan Pakuningratan, lantas berbelok ke kiri menuju Jalan AM. Sangaji dan masuk ke Jalan Poncowinatan.

Sejak di Jalan AM Sangaji tepat di seberang Pop Hotel, aku sudah disuguhi dengan pemandangan penjaja sayur mayur dan kebutuhan pokok lainnya, yang kebanyakan membentangkan dagangan di trotoar jalan. Masuk ke Jalan Pincowinatan, lebih banyak lagi pedagang yang ku temui. Mungkin ratusan pedagang tumpah di sepanjang Jalan Poncowinatan. Aku memilih berbelanja di pasar tumpah, tidak masuk ke Pasar Kranggan. Karena sayuran yang dijajakan di pinggiran Jalan Poncowinatan tersebut sudah lebih dari cukup untuk kebutuhanku.

Saat ku lihat, sepertinya Pasar Kranggan yang menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat tersebut tengah direnovasi. Dimana para pedagang? Ku perhatikan sekitar. Ternyata para pedagang tidak dipindahkan ke lokasi yang jauh, melainkan masih di Jalan Poncowinatan. Para pedagang yang sebelumnya menjajakan dagangannya di pasar tersebut menjajakan dagangannya satu meter dari Pasar yang tengah direnovasi. Di tempat sederhana berdinding kayu dan bertatap terpal. Mungkin itu upaya dari Pemerintah setempat supaya warganya tetap dapat mengais rezeki, sembari pasar diperbaiki.

Aku membeli garam halus ukuran kecil seharga Rp2000, gula putih Rp6000 per setengah kilogram, kemudian tahu sebanyak 8 potong ukuran sedang dengan harga Rp2000, tauge satu plastik ukuran 1 kg seharga Rp3000 dan terakhir kangkung satu ikat Rp1500. Aku cukup membayar Rp14.500 untuk membayar itu. Murah sekali! 

Menu sayuran rebus menjadi pilihanku hari ini.

Bisa dibilang aku menyukai sayur-sayuran rebus. Disamping sangat sehat, cara memasaknya pun sangat sangat mudah, hanya dengan menggunakan air, garam dan sedikit gula. Tapi bukan berarti aku tidak pernah memasak model lainnya. Tapi rebusan ini kerap menjadi menu andalan untuk menjaga pola makan supaya tetap sehat.

Ritual berbelanja rampung, dan aku segera bergegas pulang yang tentunya tetap disambut dengan senyum hangat dan sapaan ramah warga. ****

    Hasil belanjaan simpel hari ini.













Selasa, 10 November 2015

Antara Aku dan Djogja #1


Pada akhirnya, semua akan berubah seiring waktu. Kebersamaan, persahabatan.
Pada akhirnya, semua akan menjadi..... berbeda
--------

Ini hari ke empat aku berada di kota yang selalu aku rindukan, sejak dua tahun kepulanganku ke Tanjungpinang. Ya, Yogyakarta. 

Sudah jauh hari aku mengatur kepulanganku. Sekitar sebulan lalu dengan mantap, ku habiskan waktu dua Minggu untuk memadu kasih dengan kota yang selama lima tahun ini menjadi tempat ku habiskan masa-masa kenaifanku. Di kertas permohonan cuti kantorku, ku gurat tanggal 8 November 2015 menjadi titik awal masa istirahatku.

Seminggu sebelum keberangkatan, aku sempat was-was. Apa saja yang sudah berubah sepeninggalanku? Atau apakah semua akan tetap terasa sama? Dari cerita yang kudengar dari teman-teman, Jogja sudah tidak seramah dulu. Benarkah? Ya, kata temanku. "Jogja sudah semakin padat, kendaraan semakin banyak, lalu lintas macet, puluhan hotel dibangun, dan juga pusat perbelanjaan," ujarnya kala itu. Aku sempat berfikir, bukankah itu memang konsekuensi dari pembangunan? Jogja merupakan kotanya pelajar, setiap tahun ribuan mahasiswa baru menyerbu kota ini. bertambahnya jumlah pelajar, berbanding lurus dengan jumlah kendaraan yang masuk. Wajar saja menurutku.

Tapi bukan itu yang menggelisahkanku. Kepulanganku kali pertama ini, menandakan aku sendirian. Bukan sendiri dalam artian sebenarnya. Tapi, teman-teman sejawat yang juga sudah pulang ke daerah masing-masing. 
--------------
8 November 2015

Aku merapal doa sesaat sebelum pesawat membawaku pulang ke kota penuh kerinduan ini. Sekitar pukul 18.30 WIB aku tiba di Bandara Internasional Adi Sutjipto, Yogyakarta. 


Aku pulang....


Dengan diantar kenalan teman seperjalanan, aku menuju tempat tinggal yang sudah kudiami dua tahun lalu. Asrama Putri Riau Yogyakarta. Bangunan lantai dua, berwarna kuning dan bercorak melayu ini adalah rumah kedua ku. Rumah yang memberiku sahabat dan keluarga baru.

Dari luar tidak ada yang berbeda, kecuali halaman yang semakin rapi dan banyak ditanami bunga. Aku lantas menapaki teras untuk menggapai bel yang terdapat di kanan pintu. Ku tekan satu kali, belum ada jawaban. Ku tekan dua kali, akhirnya dua orang yang pastinya warga asrama menuju ke arah pintu, dua wajah asing yang tak ku kenali. "Ah, ini pasti adik-adik baru," aku berujar dalam hati. 

Aku memperkenalkan diri dan meminta diantarkan ke kamar salah satu kamar kakak angkatan mereka, Sri Rezeki.  Tinggal beberapa saja angkatan lama yang tersisa. Selebihnya sudah barang tentu adik-adik angkatan tahun 2013 ke atas.

Tidak ada Zahara, Syarifah Khairani, Rianti, Dewi, Dwi Eka Wati, teman-teman seangkatanku di asrama ini dan yang lainnya.

Aku baru sadar, kenangan memang telah tertinggal jauh ke belakang. Waktu membawa kita menuju tempat yang berbeda, serta orang-orang yang berbeda pula. Kendati di setiap sudut bangunan ini menceritakan perjalanan hidupku, tapi di dalamnya telah ditempati orang-orang baru yang siap mengisi dengan kenangan lainnya. 

Mungkin memang begitulah hidup. Setiap orang akan datang lantas pergi. Kita hanya perlu membuka diri untuk menerima orang baru yang akan menoreh cerita yang juga baru. Beradaptasi memang tidak mudah, tapi bukan berarti itu tidak mungkin. 

Waktu membawa mereka pergi, tapi waktu juga akan membawa mereka yang baru, untuk kembali. ******




Sabtu, 12 September 2015

Mister Tukul Jalan-Jalan di Tanjungpinang


Siang (12/9) tadi adalah kali pertama aku bertemu artis kondang satu ini. Tukul Arwana, ternyata tidak hanya lucu sebatas di layar kaca. Di belakang layar sikapnya tak jauh berbeda.

Tanjungpinang

Siang itu, Blackberry ku bergetar. Kulirik, lantas kulihat. Ternyata ada satu pesan masuk. Si pengirim pesan, Kepala Dinas Pariwisata Kota Tanjungpinang, Juramadi Esram. Pesan yang terkirim pukul 10.50 WIB tersebut berisikan undangan makan siang untuk rekan media di salah satu restoran makanan laut, yaitu Sei Enam pukul 12.45 WIB. Aku cukup bersemangat. Bukan karena undangan makannya, melainkan Tukul Arwana, artis yang namanya kian melejit lewat program salah satu satu televisi swasta Bukan Empat Mata, juga hadir. Aku sebenarnya bukan penggemar fanatik para figur di televisi. Cuma terkadang, ada rasa penasaran seperti apa dia di belakang layar kaca. Masih tetap selucu itukah?

Untuk menjawab rasa penasaran, aku pun datang ke restoran yang dijanjikan. Memang tidak tepat waktu, alias ngaret. Tapi untunglah menu seafood di salah satu meja belum tandas dilahap teman-teman seprofesi (lho? Hehe). Sembari menuju meja yang kursinya masih kosong, aku mencari-cari dimana sosok Tukul si pembawa acara Famili 100 ini. Toleh kanan, toleh kiri. Nah itu dia, tengah melahap siput gonggong nya. Oh itu rupanya, fikirku. 

Setelah makan...

Entah karena bawaan, atau karena artis yang sudah terbiasa berada di depan banyak orang. Tukul mampu mencairkan suasana. Itu juga terjadi ketika ia menyampaikan, istilahnya sambutan di depan undangan yang hadir. Gelak tawa terus saja mengudara karena kelucuannya. Memang tidak ada yang berbeda. Tetap saja lucu seperti yang ku lihat di TV. 

Tiba-tiba aku ingin foto bareng... Dan eng ing eng. Setelah wawancara aku langsung saja sibuk minta foto bareng. Hahaha. Aku geli membayangkan. Mendadak ngidam pengen foto bareng. Eh eh, ternyata teman-teman wartawan lainnya juga pada heboh minta foto bareng. Buat kenang-kenangan, ujar beberapa di antaranya. 

Nyaris lupa. Oke ini ku jelasin sedikit yah, ada kepentingan apa nih Mas Tukul Arwana ke Tanjungpinang. 

Mas Tukul datang bersama kru Trans 7. Kedatangannya kali ke empat ini ke Kota Tanjungpinang adalah untuk syuting program Mister Tukul Jalan-Jalan yang tayang setiap Sabtu dan Minggu pukul 22.30 WIB. Dimana lokasi tepatnya syuting Mister Tukul Jalan-Jalan? Ada dua lokasi, lokasi pertama Pulau Penyengat dan lokasi kedua adalah Pulau Basing. 

Pulau Penyengat memang tidak asing di telinga. Karena gaungnya saja sudah terdengar hingga ke mancanegara. Tentu saja, karena Pulau Penyengat kaya akan sejarah penting kerajaan Melayu hingga peninggalannya yang melimpah ruah. Pemerintah Kota Tanjungpinang dan juga Pemrov Kepri, saat ini tengah mengupayakan pulau yang hanya berjarak sekitar 2 km dari pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang ini, masuk menjadi warisan budaya dunia. 

Lantas bagaimana dengan Pulau Basing? Aku yakin, banyak dari penduduk Tanjungpinang yang sama sekali tidak mengetahuinya. Lebih simpelnya, Pulau Basing ini terletak tepat berhadapan dengan pantai Tanjungsiambang. Tak tau juga Tanjungsiambang. Alamak oi. Pantai Tanjungsiambang itu berada di Dompak Laut. Pergi saja ke arah kantor gubernur, tapi jangan betul-betul pergi ke kantor gubernurya, harus benar-benar perhatikan petunjuk. Di tepi jalan ada penjelasan kemana arah ke Tanjungsiambang. Jika dirasa sulit, coba temukan pemilik warung yang ada di pinggiran jalan, tanyakan langsung dimana Tanjungsiambang itu hehe.

Sangat dimaklumi jika Tanjungsiambang dan Pulau Basing belum tersohor namanya ke seantero negeri. Wong dua lokasi itu adalah destinasi wisata baru di Kota Tanjungpinang kok. 

Apa yang menarik dari Pulau Basing? Dari cerita yang berkembang dari masyarakat setempat. Basing berasal dari kata 'asing'. Konon katanya, pulau tersebut digunakan oleh penjajah Belanda di jaman kerajaan melayu untuk mengasingkan tahanan. 

Tapi, dari penjelasan Mbak Novyanti, yang tak lain dan tak bukan adalah Produser program Mister Tukul Jalan-Jalan, diketahui dari hasil terawang yang dilakukan Ustad Solepati pada Jumat (11/9) malam, ternyata Pulau Basing dimanfaatkan oleh Belanda sebagai tempat hiburan. Baru seetalah invasi oleh penjajah Jepang, pulau tersebut dialihfungsikan menjadi penjara.

Di pulau Basing terdapat bangunan persegi, yang ketinggiannya menurutku mencapai sekitar 4-5 meter. Luasnya? belum tau. Tapi sangat luas menurutku. Masih kira-kira. Karena saat pertama datang ke lokasi itu, bangunan itu ditutupi pohon besar dan semak belukar. Kalau sekarang bagaimana? Lah aku belum kesana lagi loh. Waktu syuting nggak diajak sih. Kan, akunya jadi sedih. Hiks.

Kapan tayangnya? Menurut informasi sih akan tayang bulan Oktober 2015 mendatang. Lama amat? Loh, kok bawel. Lah wong acaranya Trans7 kok. Terus tanggal berapa persisnya? Hehehe tanya aja sama kru Trans7 nya ya :P. Aku lupa minta kontak kru nya. Coba ntar kita tanya ke Pak Kadisparnya yah.. :D
-------------

                Eyaaaa eyaaaaa eyaaaaaa!!!! 😜😜

    Nah, ini waktu makan di resto Sei Enam 

    Nah ini aku malu-malu ....

    Pulau Basing, Tanjungpinang, Provinsi Kepri.
    Foto diambil dari facebook Kadispar Kota Tanjungpinang, Juramadi Esram. 








Jumat, 28 Agustus 2015

Pesona Alif Stone Park Ranai, Natuna


Sudah pernah ke Natuna? Jika berkunjung kesana, sempatkanlah menyambangi Alif Stone Park. Kamu akan terpesona dengan gugusan batu raksasa di tepi pantai yang sangat memikat.

LARA ANITA, Tanjungpinang

Kunjungan ke salah satu kabupaten di Provinsi Kepri ini sudah saya lakukan beberapa waktu lalu, bertepatan dengan perhelatan MTQ tingkat Provinsi Kepri yang sudah malas kuingat-ingat kapan tepatnya. Tulisan ini sekadar pengingat cerita untuk berbagi keindahan alam yang ada di pulau terluar sebelah utara Indonesia ini.

Salah satu destinasi di Ranai, Natuna ini adalah Alif Stone Park. Alif Stone yang dimiliki Both Sudargo sejak 2006 lalu, awalnya hanya sebuah pinggiran pantai yang terdiri dari bebatuan besar di pesisir darat dan laut. Tapi kemudian disulap menjadi destinasi wisata yang mempesona.

Kenapa dinamakan Alif Stone? Alif dalam simbol Arab mirip angka satu. Nah, dari puluhan batu (atau mungkin saja ratusan) yang ada, terdapat satu batu yang berdiri tegak dan yang paling tinggi di antara bebatuan lainnya. Dari situlah asal mula penamaan Alif Stone itu. 

Saya saja sempat 'melongo' ketika menginjakkan kaki pertama kali di tempat itu. Padahal, itu bukan kali pertama saya melihat pantai. Tapi yang ini benar-benar lain, benar-benr amazing!. Seperti itulah kira-kira.

Saya takjub melihat pasir putihnya yang bersih, gugusan bebatuan raksasa dengan tekstur permukaan yang unik, air laut yang jernih serta panorama gunung Ranai sebagai latar belakangnya. Merupakan momen tepat mengabadikan diri dalam jepretan kamera teman.
















Basing, Pulau Indah Penuh Misteri dan Tersembunyi.


Pulau yang ukurannya tidak lebih besar dari Pulau Penyengat ini semakin menjadi sorotan. Sebab, selain keindahan yang dimiliki, sejarah pasti peninggalan bersejarah di Pulau Basing masih menjadi misteri.

LARA ANITA, Bukit Bestari

Belum lama ini, Batam Pos bersama beberapa awak media lokal lain, berkesempatan mengunjungi salah satu pulau yang belum dikenal baik oleh sebagian besar masyarakat Tanjungpinang, yakni Pulau Basing. Pulau ini memiliki panjang sekitar 750 meter dan di bagian terlebarnya 440 meter. Lokasinya tepat di depan pantai Tanjungsiambang, yang berada di Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari. Untuk mencapai pulau itu, bisa menggunakan pompong (transportasi laut, red) dari pantai Tanjungsiambang. 

Asal usul penamaan Pulau Basing belum diketahui dengan pasti. Jika merunut dalam dialek Palembang, basing berarti sembarang.  Tapi, warga Tanjungsiambang juga tidak tahu pasti kenapa pulau itu dinamai demikian.

Pulau Basing mulai terdengar gaungnya, sejak pusat Pemerintahan Provinsi Kepri dibangun di Dompak. Ditambah, sejak tahun 2013 lalu,  Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang mulai memperkenalkan pantai Tanjungsiambang menjadi destinasi wisata baru bagi masyarakat Tanjungpinang, Pulau Basingpun perlahan naik pamor.

Saat menginjakkan kaki di pulau ini, mata akan dimanjakan oleh pemandangan asri, hamparan pasir putih turut menambah eksotis pantai di pulau perawan ini. Sama seperti pulau yang tidak berpenghuni pada umumnya. Pulau Basing juga ditumbuhi tanaman sejenis rumput liar nan rimbun yang tingginya melebihi pinggang orang dewasa, serta beragam semak lainnya. Pohon-pohon besar juga terlihat sangat rimbun dan lebat. Uniknya, pulau yang letaknya cukup strategis ini memiliki peninggalan berupa potensi cagar budaya, yang berwujud struktur bangunan. Jaraknya hanya sekitar 100 meter dari bibir pantai.

Bangunan tua itu berbentuk persegi, dengan permukaan yang datar. Sayangnya, tidak bisa diketahui pasti berapa luas bangunan itu. Pasalnya pepohonan rimbun dan semak belukar menutupi sebagian besar bagian bangunan lainnya. Hal unik lainnya, sepanjang dinding bangunan ditumbuhi pohon-pohon dengan akar yang memenuhi dinding. Membentuk pola indah, serupa sarang laba-laba.

Didepan bangunan terdapat satu bangunan kecil lain dengan luas sekitar 3x3 meter persegi, menonjol di depan bangunan utama yang menyerupai gua, seperti pintu masuk. Hanya saja, saat memasuki gua yang telah dihuni puluhan kelelawar itu, sudah dibangun tembok pembatas.

Menurut penuturan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kota Tanjungpinang, Juramadi Esram, diduga dahulunya gua tersebut adalah terowongan yang menjadi pintu masuk ke bangunan utama. Tapi sengaja dibangun tembok pembatas, supaya tidak ada yang bisa memasuki terowongan itu. "Takut sesat," kata Juramadi belum lama ini. Sebab, kata dia, konon kabarnya terowongan yang ada bentuknya berkelok-kelok. "Kita juga tidak tahu kan di dalamnya itu ada apa," ujarnya lagi.

Ia mengakui masih butuh kajian mendalam, terkait peninggalan bersejarah itu. Pasalnya, banyak cerita yang beredar, yang belum bisa dipastikan kebenarannya. "Ada yang bilang bangunan ini adalah tempat pesta para meneer Belanda. Ada juga yang bilang ini penjara zaman Belanda. Nanti bukan tidak mungkin tembok itu akan kita jebol untuk melihat dalamnya," ujarnya.

Perlunya dilakukan kajian terhadap bangunan itu, juga merunut dari laporan teknis Pulau Basing, Pengelolaan Kekayaan Budaya Kota Tanjungpinang tahun 2013, yang menyebutkan, pada tahun 2012 lalu telah dilakukan peninjauan oleh Balai Arkeolog Medan dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batu Sangkar. Dan telah merekomendasikan kepada Pemko Tanjungpinang, untuk segera dilakukan kajian-kajian menyangkut tingkat kerusakan yang ada di Pulau Basing. Dimana yang menjadi pertimbangan, yakni adanya nilai historis objek tersebut yang diperkirakan cukup tinggi, dengan kondisi fisik relatif bagus. Serta perlu segera mendapatkan penanganan yang tepat dan memadai bagi kepentingan lain yang lebih luas. Tapi, dalam laporan itu tidak disebutkan persis struktur bangunan apakah sebenarnya itu.

Teka-teki perihal sejarah bangunan tua itu menjadi buah bibir masyarakat Kota Tanjungpinang. Seorang warga Tanjungsiambang, Ibrahim yang pernah mendiami Pulau Basing pada tahun 1965-1971 malah menduga, struktur bangunan itu adalah peninggalan kerajaan Melayu yang masih berkaitan dengan kerajaan yang dulunya berada di Pulau Penyengat. "Itu penjara Raja Melayu," ujar lelaki kelahiran 1947 itu, saat ditemui di rumahnya yang berlokasi di pantai Tanjungsiambang, Rabu (25/6). Tapi, ia juga tidak bisa memastikan itu. "Asal mulanya tak tau. Orang-orang dulu tak pernah juga cerita apa-apa tentang Pulau Basing. Basing itu pun tak tau artinya apa," ujarnya. Meskipun pulau tersebut masih dipenuhi tanda tanya, Wakil Wali Kota Tanjungpinang, Syahrul beberapa waktu lalu telah mencanangkan, Pulau Basing tersebut menjadi objek wisata lain setelah Pantai Tanjungsiambang. "Kita pasti akan kembangkan Pulau Basing," ujarnya. 





NB : Sehubungan foto pulau Basing terhapus, terpaksa mengambil di Google 😄


Dimarahi Orangtua Sampai Salah Jadwal *) Ujian Calon Pegawai Negeri Sipil Kota Tanjungpinang


Tidak hanya peserta ujian yang deg-degan dalam pelaksanaan tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kota Tanjungpinang tahun 2014. Rupanya para orangtua pun demikian. Bisa dikatakan, orang tua lah yang paling heboh menanti hasil ujian sang anak di ruang tunggu.

LARA ANITA, Tanjungpinang

Minggu (16/11) kemarin adalah hari ke dua pelaksanaan ujian CPNS Kota Tanjungpinang tahun 2014 yang digelar di lantai tiga Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tanjungpinang. Tahun ini memang sistemnya telah berubah, yakni menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT). Sehingga ujiannya menggunakan sistem komputerisasi. Sebanyak 3697 peserta yang berhasil melalui seleksi administrasi beberapa waktu lalu harus melalui tahapan ini sebelum akhirnya dapat menyandang gelar PNS. Tentu bukan hal mudah untuk dapat melewati tahapan kali ini. Peserta harus mampu mengerjakan 100 soal ujian yang terdiri dari tiga jeni soal, yakni TWK, TIU dan TKP dalam waktu yang singkat, 90 menit saja.

Apakah nilai tinggi dapat menjamin peserta lolos? Tentu tidak. Peserta harus mampu melewati passing grade dari ketiga jenis soal tersebut. Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) passing grade nya 70, Tes Inteligensi Umum (TIU) passing gradenya 75 dan Tes Kepribadian (TKP) passing grade nya 126 sekian. Kendati total jumlah nilai yang diperoleh tinggi, peserta harus mampu melampaui passing grade ke tiga jenis soal itu.  Jika tidak, otomatis peserta gugur. Namun, lulus passing grade di ketiga jenis soal juga tidak menjamin peserta lolos dengan mudah. Kenapa? Karena sistem saat ini menggunakan sistem ranking. Peserta dengan jumlah nilai tertinggi lah yang lebih berhak lulus.

Kemungkinan besar, hal itu juga yang menyebabkan tidak hanya peserta saja yang was-was. Para orang tua dan pengantar yang tengah menunggu juga tidak kalah hebohnya. Saat si anak tengah ujian di lantai tiga Gedung DPRD Kota Tanjungpinang, para orang tua dan pengantar menunggu di lantai dasar. Dimana di lantai tersebut telah disediakan sebuah layar monitor berukuran cukup besar. Layar tersebut berisikan nama-nama peserta ujian, berikut hasil TWK, TIU dan juga TKP. Dari layar itu, para orang tua dan juga pengantar dapat mengetahui hasil peserta. Tidak hanya hasil akhir yang ditampilkan, melainkan setiap detil hasil jawaban yang dipilih. Peserta dinyatakan lulus jika nama yang tertera beserta nilai berwarna hitam. Jika merah yang didapat, maka akan berlaku kebalikannya. Jadi sudah bisa ditebak bagaimana hebohnya para orang tua melihat hasil anaknya dari layar tersebut. Apalagi jika nilai belum mencukupi, tetapi waktu yang tersisa tinggal sedikit lagi. Heboh sekali.

Ada satu kejadian cukup menarik perhatian kemarin. Ketika salah satu peserta telah selesai mengerjakan soal. Saat ia menuruni tangga, tiba-tiba seorang bapak berteriak ke arah peserta tadi. "Kenapa tadi dirubah jawabannya. Jadinya gagal kan," ujar bapak tersebut sedikit kesal ke peserta ujian yang ternyata adalah anaknya itu. Apa pasal? Rupanya sang anak, yang bernama Nur Elisya Rianti itu merubah jawaban pada soal TWK. Sebelum dirubah, nilai sang anak adalah 70. Nilai itu sesuai dengan passing grade TWK. Sayangnya kemudian Elisya merubahnya yang ternyata pilihannya salah, sehingga nilainya turun menjadi 65 untuk TWK, 105 untuk TIU dan TKP 158. Kendati nilai keseluruhannya adalah 328, Otomatis ia gagal, karena tidak lulus di TWK. Hal itu yang membuat sang bapak terlihat kesal. 

Kejadian unik lainnya kemarin, ada satu peserta ujian yang terlambat hadir. Dan tidak diperbolehkan ikut ujian. Seorang panitia ujian, Prasetyo menyayangkan keterlambatan peserta tersebut. Padahal menurutnya, panitia telah mengabarkan perihal kedatangan peserta di lokasi ujian. "Sebelumnya sudah diberitahukan satu jam sebelum mulai sudah hadir ditempat. Tapi malah datang terlambat. Kami juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena yang berada di ruangan adalah pegawai BKN," tuturnya. 

Selain itu, ada juga peserta yang salah jadwal. Peserta bernama Jack Rafdinal dengan tergesa-gesa menghampiri meja panitia yang berada tidak jauh dari tangga ketika waktu hampir menunjukkan pukul 14.00 WIB. Ia dengan gesit akan membubuhkan tanda tangan. Namun, ketika dicari namanya ternyata tidak ada di kertas yang disodorkan oleh panitia. Panitia lantas memastikan kembali, apakah yang bersangkutan benar-benar mengikuti tes pada hari ini (kemarin, red). Jack dengan yakin menjawab kalau hari ini adalah jadwalnya ujian. "iya hari ini kok. Tanggal 16 November pukul 14.00 WIB," tegasnya. Panitia kemudian memintanya untuk mengecek kembali SMS yang dikirim oleh panitia. Berhubung saat itu ponsel yang bersangkutan berada di mobilnya. Dengan berlari kecil, ia langsung mengambil ponsel. Saat menuju panitia kembali, dengan senyum disunggingkan ia berujar kepada panitia. "Kok jadwal di SMS berubah ya?," ujar Jack terlihat menahan malu. Situasi itu sontak mengundang gelak tawa dari panitia dan beberapa orang yang hadir di lokasi tersebut. Ternyata jadwal ujian yang benar adalah Minggu (23/11) mendatang. 

Pelaksanaan ujian di hari kedua ini, diwarnai dengan hujan deras yang mengguyur kawasan Senggarang dan sekitarnya. Kondisi tersebut membuat panitia ujian cukup direpotkan. Bagaimana tidak, ternyata gedung dewan rawan bocor, terutama di bagian pinggiran gedungnya. Sehingga air hujan terjun bebas ke lokasi ujian. Khawatir layar monitor terkena tampias air hujan, panitia lantas memindahkan layar monitor yang awalnya berada dekat dengan tangga naik, ke lokasi yang cukup aman. Jika sedikit saja panitia telat memindahkan, layar pasti sudah rusak. Kenapa? Tidak sampai lima menit layar dipindahkan, hujan turun dengan sangat deras. Sehingga air yang turun ke lantai satu juga dalam jumlah besar, tepat di lokasi awal layar diletakkan. "Untung dah dipindahkan," ujar seorang panitia. Panitia juga terpaksa membersihkan lantai yang banjir akibat bocornya atap gedung. Beruntung ruangan yang digunakan untuk ujian tidak bocor.

Pelaksanaan ujian CAT di Tanjungpinang cukup lama, yakni dimulai sejak tanggal 15 November sampai 1 Desember. Menurut Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Tanjungpinang, Raja Khairani, pelaksanaan memang cukup lama. Sebab, jumlah komputer yang sedikit. Pemerintah Kota Tanjungpinang hanya menyediakan 50 komputer saja. Untuk peserta hanya 48 komputer, karena dua unit digunakan oleh operatornya. Dalam sehari, jumlah peserta yang ikut tes hanya sekitar 240 orang saja. Itupun bergantian, dan dibuat lima sesi setiap harinya. "Kecuali Jumat. Kalau Jumat hanya empat sesi saja," tutur Khairani.

Khairani juga menjelaskan, kenapa tidak boleh ada peserta yang datang terlambat. "Satu menit pun tidak boleh datang terlambat. Karena dengan waktu yang singkat, kehadiran peserta yang terlambat akan mengganggu konsentrasi peserta lainnya," jelasnya. Ia juga menuturkan, hingga saat ini pelaksanaan Tes Kemampuan Bidang (TKB) belum bisa dipastikan. Sebab, belum ada tanggapan terkait itu oleh Kemenpan sendiri. "Kemungkinan besar tidak diadakan," ujarnya. Hal itu merujuk dari kebijakan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) yang mengatakan tahun 2014 ini semua urusan penerimaan CPNS harus sudah selesai.

Selasa, 16 Juni 2015

Pada akhirnya, bukan aku yang terbaik untukmu ya.
Begitu keras hatiku...
Semoga ini terakhir. Semoga ini terakhir.... 

Aku merasa baik-baik saja
Tapi kenapa kerongkongan ku terasa tercekat, nyeri
Eh. Apapula yang mengalir laju dari sudut mataku? 
Apa yang salah denganku? 
Sudahlah sudah..

*****
"Ini bisa saja pertanda bukan? Kalau kamu belum pantas untuk pria yang begitu baik? "
Selalu saja tidak bisa bercermin. Berkaca! 
Sudah ada yang mencintaimu, rela melakukan apapun untukmu. Seharusnya kamu bersyukur
Bukan malah menggores hatinya dengan belati. Dasar bodoh!
Kamu seperti tidak punya hati...

Sekarang kamu merutuki diri? Berdoa saja agar hatimu tidak berbalik nestapa, saat dia menggandeng mesra seseorang yang benar-benar membalas pengorbanannya. 
Percuma air matamu itu! 

Sekarang dadamu sakit? Rasakanlah!!!!
Berdoa saja waktu bisa mengobati penyesalan dan rasa bersalahmu..


Minggu, 17 Mei 2015

Jalan-jalan di Natuna



Natuna, Negeri Mutiara di Ujung Utara Indonesia.

Tidak salah kalau negeri ini diberi julukan mutiara di ujung utara. Kendati letak geografisnya dari Ibu Kota Provinsi Kepri, yaitu Tanjungpinang terbilang jauh. Tapi pesona alamnya tak bisa disepelekan.
***********
Natuna, sebutan untuk negeri yng berjarak sekitar 440 km dari Tanjungpinang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Kepri ini bisa ditempuh dengan menggunakan kapal cepat yang memakan waktu sekitar 14 jam. Tapi sangat disarankan menggunakan pesawat terbang jika kamu termasuk orang yang mabuk laut. Apalagi perairan Natuna terkenal dengan gelombangnya yang cukup memambukkan. Untuk naik pesawat terbang bisa melalui Bandara di Raja Haji Fisabilillah (RHF) dengan menggunakan pesawat Indonesia Air. Hanya saja, untuk tarif pesawat rata-rata di atas Rp 1 juta. Cukup mahal bagi kita yang memiliki isi kocek pas-pasan tentunya. Kalau sedang beruntung, mungkin kamu bisa memperoleh tiket pesawat dengan harga sekitar Rp900an.

Ini juga kali pertama bagiku menginjakkan kaki di Ranai, Ibu Kota Kabupaten Natuna, setelah sebelumnya terombang-ambing di lautan selama 14 jam. Mabuk laut? Tentu saja. Hampir gila di dalam kapal? Hahaha nyaris saja. 

Aku belum punya referensi yang cukup untuk menggambarkan kabupaten ini. Hanya sekelumit cerita yang ku dengar dari teman-teman saja. "Ya mirip Tanjungpinanglah," ucap temanku menggambarkan kota Ranai tempo hari. Ah, sepertinya mereka salah. "Apanya yang mirip? Sepi begini," aku berujar dalam hati di hari pertama ketika tiba di Ranai, Minggu (10/5) lalu.

*) Pantai Tanjung

Pantai di di Ranai tidak jauh berbeda dengan pantai yang ada di Bintan. Suasananya masih sangat asri. Rabu (13/5) sore kemarin, akhirnya aku berkesempatan menikmati senja di satu pantai berpasir putih yang oleh masyarakat tempatan disebut Pantai Tanjung. Tapi pantai itu tidak berupa tanjung, melainkan teluk. Karena yng ku lihat lautnya menjorok ke darat."Pantai Tanjung hanya penamaannya saja," ujar temanku yang asli Pulau Laut Di sepanjang pesisirnya banyak ditumbuhi oleh deretan pohon kelapa yang menjadi pemanis alam.

Pantai Tanjung berhadapan langsung dengan Pantai Senoa, yang dalam pengucapan masyarakat Natuna adalah Pulau Senue. Warga setempat juga menyebutnya pulau ibu hamil. Karena bentuknya persis menyerupai ibu hamil yang sedang terbaring. 

Sore itu tidak terlihat pengunjung lain, pun hanya satu dua warung penjaja penawar dahaga dan kudapan yang terlihat buka. Kelapa muda dipesan, beserta kudapan khas Natuna, yaitu Kernas dan Lempa. Kernas semacam gorengan namun berwarna hitam dan terbuat dari ikan tongkol. Akan lebih nikmat jika dimakan dengan sambal yang sudah disediakan sepaket ketika membelinya. Sedangkan Lempa adalah makanan yang terbuat dari beras pulut. Rasanya tidak jauh berbeda dengan Lemper. Tapi isinya merupakan olahan dari ikan tongkol. Rasanya enak. Dan harganya cukup murah. Nikmat sekali dimakan selagi hangat. Apalagi jika ditemani oleh orang tersayang. Suasana romantis akan semakin menyenangkan tentunya.

Dalam hati aku tertawa. Ah ternyata aku salah. Meski suasana Kota Ranai sepi, ternyata pesona alamnya sangat luar biasa. Pantai Tanjung hanya satu dari sekian banyak keindahan alam di Kabupaten Natuna yang membuat kita berdecak kagum. 

    Kelapa muda ditemani Kernas dan Lampa hangat. 

    Backgroundnya pulau Senoa

Sembilan Hari Di Natuna

Day 1

14 Jam Perjuangan Menuju Ranai, Kabupaten Natuna

Ku pikir, perjalanan ke Kabupaten Natuna yang memakan waktu 14 jam, sama dengan perjalanan laut ku ke Kabupaten Karimun. Ternyata aku salah. Buktinya, 8 jam pertama berhasil menguras isi perutku. Aku mabuk laut!

LARA ANITA, Natuna

Awalnya tidak ada rencana apapun untuk Pergi ke Kabupaten Natuna dan mengikuti kegiatan Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah dalam rangka Seleksi Tilawatil Quran (STQ) ke VI, yang keberangkatannya direncanakan Sabtu (8/5). Lagipula dari pihak Humas Pemko Tanjungpinang juga telah mengingatkan, tidak mengajak media. Yah alhasil, Jumat (7/5) kemarin, sudah ku niatkan untuk menghabiskan waktu di kontrakan bersama tumpukan baju yang akan ku setrika. Sudah ku bayangkan bermalas-malasan di rumah. Setelah setrikaan selesai, maka akan ku habiskan untuk tidur. What a great idea! Belum lagi ke esokan harinya aku libur. Ah, nikmatnya dunia. 

Tapi rupanya Tuhan punya kehendak lain. Sekitar pukul 10.00 WIB pagi itu, Blackberry ku berdering. Ku lirik sepintas dan tertulis nama salah satu pejabat pemerintahan yang sudah cukup ku kenal baik. Gunawan Grounimo. Saat ini beliau menjabat sebagai Asisten Administrasi Umum di Pemerintah Kota Tanjungpinang. Awak media tentulah akrab dengannya. Karena sebelumnya ia adalah Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Tanjungpinang yang sehari-harinya welcome dengan wartawan yang menemuinya dan menanyainya ini itu. Kami menyebut beliau Kadis nyentrik. Karena disamping gayanya yang cuek, gaya bicaranya juga ceplas-ceplos. 

Ku angkat BB ku. Dengan cepat beliau bilang mengajakku dan dua temanku yang seprofesi yaitu Saud (wartawan Antara) dan Albet (wartawan Posmetro). Aku terkesiap, dan sedikit kaget. "Besok pagi kita berangkat jam 6," ujarnya dengan cara bicaranya yang khas. Jadilah kami bertiga berangkat dadakan. Dengan dalam hati berkata "Oh My God. Belasan jam!". Dan aku segera berusaha menyelesaikan setrikaanku secepat kilat. 

Sore harinya, sekitar pukul 17.00 WIB, setelah menyelesaikan tugas mengirim berita, aku pun ter birit-birit menyiapkan kebutuhan untuk keberangkatan esok hari. Dan bla bla bla. Sekitar pukul 21.00 WIB, semua kebutuhan terpenuhi, dan dilanjutkan dengan packing-packing. Fuih, sebelum tengah malam selesai semua. Dan lihatlah, koperku sudah menggelembung penuh sesak. Maklum saja, kami baru pulang kembali ke Tanjungpinang tanggal 17 Mei 2015. Atau sekitar 8 hari di Kabupaten itu. 

*) Hari Keberangkatan

Sabtu (8/5)

Aku kelimpungan. Ku tatap jam di layar Ponselku, pukul 04.16 WIB. Bergegas aku menuju kamar mandi dengan sigap. Padahal di hari biasa, bisa memakan waktu satu jam setelah bangun kemudian menuju kamar mandi. Tapi hari ini ajaib. 


Waktu masih menunjukkan pukul 05.00 WIB, buru-buru aku menuju Jalan Pramuka ditemani adikku dengan satu koper ukuran sedang yang penuh dengan segala macam tetek bengek urusan wanita. Seperti yang dijanjikan, pukul 05.30 WIB Pak Gun akan menjemput di simpang eks Kantor Gubernur. Menjemput kami bertiga. 

Ah sudahlah, tidak perlu memperpanjang mukadimah. Kami pun dijemput dan langsung menuju Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) Tanjungpinang. Susah payah juga membawa koper ini. Jadwal keberangkatan jam 07.00 WIB. Tapi ternyata tidak tepat waktu lantaran menunggu orang nomor 1 di Kota Tanjungpinang yang mau melepas seratusan kafilah. Duh Bapak. Bisa on time sesekali tidak ya? Bisa dibayangkan bangun jam empat subuh, bahkan tidak sedikit ibu-ibu kafilah yang bangun lebih awal lagi demi tidak tertinggal. Eh malah harus menunggu lagi. Kzl banget. Alhasil, baru berangkat sekitar pukul 08.00 WIB. Ya sudahlah. Lupakan Kzl tadi.

*) 14 Jam Yang Menyiksa

Sub judulnya menyeramkan? Tentu tidak lebih menyeramkan dari pengalaman ku. 14 jam? Ini pengalaman perdanaku. Kalau naik kapal besar sih biasa. Tapi ini kapal ferry, yang lingkupnya sempit. Jangankan untuk berbaring dengan nyaman, untuk sekedar meluruskan kaki saja sulit. Kakiku saja sudah bergelimpangan kemana-mana hanya sekedar untuk lurus. Parahnya lagi, ternyata aku mabuk laut. Ini pengalaman perdana. Benar-benar perdana! Perjalanan laut 14 jam menggunakan ferry, ditambah gelombang yang tinggi. Aku shock berat. Baru dua jam bertolak, perutku sudah terasa seperti dikocok-kocok. Aku mual. Antimo yang sudah ku telan ternyata tidak bereaksi apa-apa. Mana toilet? Aku segera menoleh ke pintu paling belakang. Kucari tulisan itu. Yap dapat. Tulisan menunjukkan letak toilet. Buru-buru aku menuju itu. Sialnya aku dalam kondisi yang kurang menguntungkan, aku sempoyongan karena kapal goyang. 

Delapan jam pertama, perutku memang terkuras habis. Sudah lima kali bolak balik toilet, hingga tidak ada tersisa sedikitpun lagi yang bisa dikeluarkan. Lemas sudah pasti. Kalau sedang berada di acara TV, bisa dipastikan aku akan langsung melambaikan tangan ke kamera. "Stop! Aku ngga sanggup!" Mungkin aku akan berteriak seperti itu. Tapi rupanya aku cuma bisa pasrah.  

Ku paksakan makan dua suap lauk, lantas kemudian minum antimo kembali. Beberapa saat kemudian, yes! Akhirnya aku mengantuk. Setelah bangun? Horreeyyy, sudah tidak semabuk sebelumnya. Setidaknya, dengan tidak mabuk bisa mengurangi tingkat stres ku naik kapal itu. 

    Di sela mabuk yang menyiksa.

Ada lagi yang lebih parah. Satu peserta STQ yang sedang hamil, harus pasrah mabuk laut dan juga muntah-muntah seperti aku. Tapi tentu saja kondisi ibu hamil akan jauh lebih buruk kan?. Si ibu itu bahkan harus dibantu dipapah oleh orang lain. Nyaris pingsan. Pikirku, kenapa peserta dibiarkan naik kapal? Opo ora pengen menang? Kasian banget ibu ini yang dituntut menjadi pemenang untuk mengharumkan Tanjungpinang. Tapi pernyataan itu ku simpan dulu, nanti kutanyakan ke pejabat yang bersangkutan sesampainya di Natuna, dan ketika berjumpa dengannya. 

Aku sedang bersemangat, karena 14 jam telah berlalu. Kecepatan kapal mulai melemah. Sekitar pukul 22.20 WIB, kami pun sampai di tempat tujuan. Dalam hati aku berharap, semoga 14 jam penuh perjuangan ini tidak sia-sia. ***



Natuna, Minggu (9/5)

Minggu, 22 Maret 2015

Tolong Berusaha Lebih Keras

Boleh aku memintamu berusaha kembali? Berusaha lebih keras? Ekspektasiku terlalu tinggi untuk kau dan aku menjadi 'kita'. Aku sudah terlalu yakin kita bisa menaklukkan dunia. Bisakah kau berusaha mematahkan tradisi ini? Tradisi dan keyakinan yang saat ini membelenggu kita, terikat mati. Tak bisakah perlahan kau longgarkan simpul mati yang begitu menjerat erat itu? Kau sudah berjanji bukan?  Dan aku memegang janjimu. Salahkah? 

Bolehkah aku memintamu berusaha lebih keras lagi? Aku tidak meminta segera, aku akan menunggu. Satu musim, dua musim, bermusim-musim? Tolong jangan minta aku berhenti. Aku bahkan tidak perlu menjelaskan kenapa bisa begini. 

Jangan anggap aku gila. Mungkin aku sudah gila sejak pertama mengiyakan pertemuan pertama kita. Masih ingat? Kamu tau? Saat itu aku harus berjibaku, berdebat hebat antara logika dan perasaan. Kau yang meyakinkanku. Akupun lantas mempercayaimu.

Tolong berusaha. Bisakah? Maukah? Bersediakah? 

Minggu, 08 Maret 2015

Boleh?

Tuhan. 
Bolehkah aku berharap? Meskipun aku tidak tahu apa yang sedang kau rencanakan

Bolehkah aku terus menyebut namanya di dalam senyap?
Di dalam doa yang ku semat
Berulang-ulang
Sampai akhirnya Kau luluh, lantas membiarkan kami bersama

Jumat, 06 Maret 2015

Hamster dan si Buncit Berlesung Pipit



Hamster adalah binatang kecil, rapuh tetapi lucu dan menggemaskan.

Suatu hari, ada seekor hamster mungil tersesat. Berhari-hari terkatung-katung sendirian, tidak tahu arah dan tujuan. Sendirian. Umurnya di dunia masih terbilang muda. Keluarganya hilang atas keserakahan manusia yang memperjual belikan jenisnya. Ia sangat membenci manusia.

Sebenarnya, dia takut sendiri, karena bisa saja terinjak oleh kaki manusia yang tidak menyadari kehadirannya. Ia juga kesepian. Di tengah keputus asaannya, ia berdoa agar dikirimkan seseorang yang yang bisa melindunginya. Langit lantas mendengar doa putus asa hamster lucu tersebut. 

Suatu pagi, seperti biasa hamster sedang mencari makan tidak jauh dari sarang tempat tinggalnya. Dia terlalu asik mengutip biji-bijian kecil di bawah pohon rindang. Ia terlalu asik makan, sampai-sampai tidak sadar ada seekor ular besar tengah memperhatikan dan bersiap memangsa tubuh mungilnya. Pelan, ular tersebut mendekati hamster. 

Tapi tiba-tiba, "Braaaaakk," ular itu seketika menggelepar. Hamster kaget dan sontak lari bersembunyi, mengintip apa yang terjadi. Dari balik semak tempatnya bersembunyi, ia melihat ular yang besarnya berkali-kali lipat dari tubuhnya menggelepar. Mati. Ia pun sadar maut nyaris menghampiri. 

Tidak jauh dari ular, ia melihat manusia berwajah lembut sedang berjongkok dan melihat ke arahnya. "Hai hamster lucu," ujar manusia itu ke binatang yang meringkuk ketakutan di balik semak yang tidak terlalu lebat.

Manusia itu kemudian mendekati hamster, mengulurkan tangan. Dengan tatapan meyakinkan, bahwa ia tidak akan menyakiti hamster itu. Hamster tidak bergeming, masih takut. Teringat yang terjadi kepada keluarganya. 

Manusia berperut buncit berlesung pipit itu tetap sabar menunggu. Wajahnya sangat menenangkan. Ia lantas berujar "ayo hamster, aku tidak akan melukaimu. Aku hanya ingin menemanimu," si buncit berselonjor dan membuang pandangannya ke langit.

Hamster sebenarnya masih merasa takut. Tapi demi melihat wajah teduh bersahabat itu, ia lantas memberanikan diri. Pelan pelan ia dekati si buncit berlesung pipit itu. Rupanya si buncit menepati janjinya, ketika hamster sudah sangat dekat dengannya, ia justru membelai tubuh mungil hamster yang gemetar. Sembari tersenyum, si buncit bilang akan membawanya ke rumah, untuk menemaninya. Hamster diam saja, mengiyakan. 

Rumah si buncit tidak jauh dari hutan. Tidak besar, tapi memiliki halaman yang luas dengan rumput hijau terhampar dengan indah. Hamster amat menyukai rumput, dan itu membuatnya tertawa riang. Tentu saja dengan suara mencicit. Karena hamster tidak bisa tertawa bukan. 

Si buncit membiarkan hamster berlarian di pekarangan. Berlari kesana kemari. Tidak berapa lama, si buncit mengeluarkan sekantong kuaci dari saku celananya, untuk hamster. Ditaruhnya di atas rumput hijau, lantas ia memanggil hamster yang sedang riang gembira itu. Hamster makan dengan lahap, dan tidak henti-hentinya mencicit. Bilang dalam hati, si buncit amat baik. Tidak seperti manusia yang dijumpainya selama ini. Dalam hati ia berjanji, akan selalu menemani si buncit kemanapun, dan akan membuatnya selalu bahagia.

Tapi ternyata, masa bahagia hamster tidak berlangsung lama. Ketika si buncit membawanya masuk ke dalam rumah, ternyata ada peliharaan lain yang menunggunya. Dua ekor kucing manis duduk manis di kursi tamunya. Satu ekor kucing betina, dan anaknya berukuran mungil.

Hamster tidak berani mendekat, karena si kucing telah menatap galak. Hamster pun bersembunyi di balik kaki meja di dapur. Kendati begitu, si buncit tetap memperhatikannya, menyayanginya. Buncit menyayangi kucing itu, dan juga menyayangi hamster.

Tapi rupanya, si kucing tidak bisa menerima kehadiran hamster di dalam rumah majikannya yang sangat disayanginya. Bagi kucing, dialah peliharaan si buncit dan tidak boleh ada yang lain. Si kucing mendadak rewel, tidak mau makan. Hal itu membuat si buncit sedih. Hamster menyadari itu, dan teramat sedih. Ia berfikir, kenapa kehadirannya tidak bisa diterima kucing. 

Beberapa hari kemudian, si buncit mendekati hamster. Meminta maaf, dan bilang akan mengembalikan hamster ke rumah asalnya. Hamster diam saja, ia sedih. Si buncit berusaha menenangkan hamster, dengan mengelus bulu-bulu di tubuh ringkihnya yang terlihat kaku. Jika si buncit menyadari, ia akan melihat butiran air mata yang sangat kecil mengalir dari mata si hamster.

Buncit mengulurkan tangan, dan hamster hanya menurut saja. Ia pasrah dengan keadaan, dan ia sadar diri. Hari itu, ia kembali dipaksa untuk belajar mengobati sesaknya berpisah dengan yang dikasihi. 

Selasa, 24 Februari 2015

Coldplay

Lantunan suara vokalis Coldplay menggantung di langit-langit kamarku sore itu. Entah sejak kapan aku mulai menyukai band satu ini.

Mungkin sejak pertama kali aku mendengarkan salah satu musiknya yang berjudul "Magic" akhir tahun lalu.  


Minggu, 22 Februari 2015

Mencintai Dengan Sederhana?

"Semakin kamu peduli, dunia semakin memiliki banyak cara untuk menyakitimu". Ungkapan itu mungkin benar. Sebab, bagaimana mungkin kita tersakiti oleh sesuatu yang tidak dipedulikan. Logis bukan? Sakit itu sebenarnya bisa dinikmati jika ikhlas telah meraja. Tentu bukan hal mudah untuk ikhlas. Tapi bukan berarti tidak bisa. 

Uniknya, terkadang kita tetap bertahan dengan sakit itu. Menikmati goresan demi goresan yang diciptakan. Agak rumit menurutku, karena penderitaan itu kita sendiri yang mendatangkannya. Apalagi jika kasusnya adalah tentang cinta. Itu akan lebih rumit lagi mungkin. Mungkin saja. 

Tapi lagi-lagi aku membantah kerumitan itu. Tidak ada yang rumit. Perasaan cinta itu sederhana saja. Kau rela melakukan apa saja untuk dia yang kau cinta. Kau rela melakukan apa saja demi yang tercinta tetap tertawa dan bahagia. Kau akan berkorban demi rasa nyaman untuknya. Ini bukan tentang roman picisan. Kali ini logika tidak bisa berkata. Bagi sang pecinta, melihatnya tertawa, bahagia itu juga kebahagiaan bagi dirinya. Bukankah mutiara muncul dari kerang yang dilukai? Take it. Its all yours

By the way, aku jadi teringat satu puisi "Aku Ingin" karya  Sapardi Djoko Damono, yang pada tahun 1989 dinyanyikan oleh Ari Malibu dan Reda Gaudiamo dalam bentuk musikalisasi puisi yang indah. Kemudian belum lama ini juga digubah ulang oleh Dwiki Darmawan sebagai OST film Cinta Dalam Sepotong Roti.

Aku ingin mencintaimu
Dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat
Diucapkan kayu kepada api
Yang menjadikannya abu..

Aku ingin mencintaimu
Dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat
Disampaikan awan kepada hujan
Yang menjadikannya tiada


Indah bukan? 

Kayu hanya diam saja saat dilalap api sehingga kayu itupun habis dan hangus. Demikian pula awan, saat hujan turun dan sedikit demi sedikit mengikisnya menjadi habis. Kata cinta apa yang tak sempat disampaikan oleh kayu dan awan itu ya? Ambillah. Semuanya untukmu.” barangkali itu.

Mereka yang memiliki kadar cinta seperti puisi di atas, menurutku bukan orang bodoh. Justru mereka adalah orang yang luar biasa. Bagaimana bisa mereka merelakan kebahagiaannya demi kebahagiaan yang dikasihinya? Kembali lagi. Dia yang berkorban, tidak merasa melakukan apa-apa, karena sumber kebahagiaannya adalah kebahagiaan orang yang disayanginya.



Sabtu, 14 Februari 2015

Kue Ultah Sahabatku



                                            Mbak Vela, Mbak Meri, Mbak Siti

Halo, kalian sahabatku, teman seperjuangan, teman berantem dan saudaraku
Masih ingat foto ini? Maaf aku sedikit meracau malam ini.

Aku harus bilang apa? 25 Desember 2012 lalu, kalian merayakan ulang tahunku TANPA AKU. Padahal, kalian pasti telah merencanakan itu sejak jauh hari. Kalian pasti telah membayangkan serunya waktu-waktu itu. Aku sadar, menjelang kelulusanku, aku semakin jarang menyempatkan diri sekedar menyambangi kalian. Waktu itu, dengan entengnya aku menolak ajakan kalian untuk bertemu. "Aku nggak bisa," ujarku menjawab ajakan kalian. Tak perlu ku jelaskan alasannya, kalian pasti paham. Dan itu nggak akan ku bahas disini. Maafkan aku ya.

Sudah sekitar 16 bukan kita tidak berjumpa, sejak kepulanganku ke kota Gurindam ini, Agustus 2013 silam. Namun, memori tentang kalian tetap tidak lekang dimakan masa. Aku jadi teringat, di tahun pertama kita kuliah di Kota Pelajar itu, kita sempat berdebat mengenai nama geng. Sekarang aku geli mendengar nama geng. Betapa naifnya kita waktu. Kita bertengkar dan saling mempertahankan argumen yang menurutku lucu. Setelah melalui perdebatan sengit, kita sepakati nama de Suma, yang tidak lain muncul karena kebetulan kita berempat berasal dari Sumatera. Vela dari Belitung, Siti dari Lampung, Meri dari Palembang, dan aku dari Tanjungpinang. Nama yang norak hehe. 

Kita tidak membatasi berteman dengan siapa saja. Kita juga akrab dengan yang lainnya. Tapi bersama kalian, aku seperti menemukan ikatan. Kita tidak jarang bertengkar. Saling beda pendapat, dan pernah tidak bertegur sapa. Tapi uniknya, itu tidak berlangsung lama. Kita sadar, kita saling membutuhkan. Dan ikatan yang tidak kasat mata tidak mudah patah. Meskipun sifat dan perilaku kita tidak serupa. Itu tidak menjadikan kita berbeda. Bukankah dengan perbedaan, kita justru saling melengkapi?

Di antara kita berempat, aku yang paling dulu pergi. Ah, andai saja kalian mau mendengarkan kata-kataku waktu itu. Pasti kita bisa wisuda bareng. Apa? Lupa? Siti dan Vela. Sewaktu kalian KKN, aku bosan mengingatkan untuk segera mencari judul. Ingat apa jawaban kalian? "Nanti aja lah ndul. Sekarang fokus KKN dulu," kata kalian berdua. Duh, aku gemas mendengarnya. Lain lagi dengan si Meri. Kebanyakan jalan-jalan. 

Sekian lama kita terpisah, tapi rasa yang ada tetap sama. Terima kasih untuk kenangan indahnya. Sampai bertemu lagi de Suma :* 

Aku dan Fitnes Yang Gagal

Dalam bayanganku ketika menerima membercard gratis fitnes selama setahun dari Hotel Aston Tanjungpinang, Desember 2014 lalu, tubuhku bakal seksi, berisi. Dan tentu saja kurus dan proporsional. Harapan yang masuk akal bukan?

Ternyata tidak segampang yang dikhayalkan. Apatah tidak, sejak membercard berada ditangan, sampai tahun berganti belum juga kupergunakan. Tapi kemudian, pada waktu yang tidak diduga-duga,  aku dan seorang temanku, Nureza (seprofesi denganku) meneguhkan tekad untuk mengambil langkah pertama memasuki ruang fitnes itu. Aku lupa tepatnya tanggal berapa, yang pastinya masih di bulan Januari 2015, pagi- pagi sekali aku dan Reza sudah tiba di tempat latihan. Maklum, kami harus mencuri waktu di tengah kesibukan mencari berita (sok sibuk sih hehe).

Dengan semangat yang menggebu (waktu itu), kami menuruti instruksi pelatih. "Ini untuk otot ini, otot itu. Setiap step 10 hitungan ya. Diulang dua kali," ujar pelatih saat itu. Kami hanya menurut saja. Sesi latihan sebenarnya tidak lama, sekitar satu sampai satu setengah jam saja. Tapi tetap saja itu membuat aku pontang panting. Belum lagi kalau ada jadwal liputan pagi. Akhirnya, setelah lima kali latihan, aku memutuskan berhenti. 

Bukan karena repot harus mencuri-curi waktu. Tapi lebih karena, ini kenapa timbanganku semakin naik setelah fitnes?! Agak frustrasi waktu itu. Bayangkan saja, nafsu makan setelah latihan menjadi tiga kali lipat. Duh.. Haha serasa menggelambir dimana-mana. Ternyata aku tidak berjodoh dengan olahraga itu. Berkhayal berubah aduhai, justru jadi sebaliknya. Dadah babay barbel, squad, abang pelatih :p.

Akupun memilih kembali kepada olahraga konvensionalku, yaitu jogging dan senam melalui video dari YouTube. Susah payah juga mengembalikan selera makanku ke porsi semula. Tapi seminggu belakangan ini, aku sudah mulai bisa mengaturnya. 

Dan bagaimana dengan Nureza? Repoter televisi lokal itu sepertinya masih melanjutkan kegiatan fitnes nya bersama temannya yang lain. Dan hidup berbahagia😄

                               Mbak Reza lagi angkat beban. Bukan tak berotot itu nanti jadinya hehe 

My plan A, B or....



Kita pasti punya impian, punya keinginan dan cita-cita. Tapi, kadang itu tidak dapat diperoleh dengan mudah. Tidak jarang juga kita harus berdamai dengan keadaan, yang meletakkan kita dalam kondisi yang lebih memungkinkan untuk dijalani. Sederhananya, kamu menginginkan A, tapi nyatanya keadaan mengharuskanmu berada di B.

It's oke. Dengan keadaan itu, bisa jadi akan membuka perspektif lain dalam otak kita. Well, tidak ada salahnya mengambil plan B atau tetap berada di zona nyaman. Berada di zona nyaman bukan tidak mungkin memberikanmu keuntungan. Katakanlah kita lebih bisa mematangkan rencana A tadi. Atau, bisa saja membuka pintu takdir lain yang lebih menjanjikan. Who knows?

Pernyataan di atas tidak lebih dari curhat colonganku. Aku punya plan A, tapi pada akhirnya harus berdamai dengan tetap stay di rencana B. Kecewa? Ah tidak. Karena saat ini aku pun tengah merangkai rencana-rencana lainnya. Aku punya mimpi. 



Tanjungpinang, 14 Februari 2015

Rabu, 21 Januari 2015

Hari ini kali ke tiga fitnes. Pertama kali fitnes Senin (19/1) kemarin. Doakan kami selamat hehe

2015