Minggu, 09 April 2017

Bromo, Aku Jatuh Cinta

Sudah pernah ke Bromo? Bagi yang sudah pernah ke Bromo, pasti sependapat dengan saya kalau Bromo itu indah banget. Sangat wajar jika Bromo yang berada di Provinsi Jawa Timur ini menjadi tujuan destinasi banyak orang. Setelah lama bermimpi kapan bisa ke Bromo, akhirnya kesempatan itu datang. Woooaahhh bahagia sekali. Yap, awal Maret 2017 lalu saya menginjakkan kaki ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tapi nulisnya baru sekarang. Hehe :D

Mari Kita Berangkat !!! 

Sebelum berangkat, banyak persiapan yang harus dilakukan, terutama pakaian. Maklum banget, suhu Bromo sangat dingin. Jangan lupa membawa jaket, kaos kaki, glove, syal atau apapun juga yang kamu butuhin buat menghalau rasa dingin. Kan ga asyik banget mesti sibuk menggigil saat lagi asyik-asyiknya menikmati kemolekan Bromo dan juga pemandangan sekitar.

Keberangkatan menuju Bromo, kami awali dari Yogyakarta dengan menumpang Bus Safari Darma Raya. Tepatnya hari Jumat (3/3) malam sekitar pukul 20.00 WIB kami berangkat menuju Kota Malang, dan sampai di Malang keesokan paginya sekitar pukul 08.00 WIB. Rencana awal, perjalanan akan dilanjutkan menuju Probolinggo menggunakan angkutan umum, baru kemudian dari Probolinggo diteruskan ke Bromo. Tapi setelah dipikir-pikir kok yo ribet, lama banget dan pastinya bakal menghabiskan anggaran yang juga besar. Karena itu, kami pun memutuskan menggunakan motor sewaan menuju Bromo. Dengan harga sewa Rp60-70 ribu, kamu sudah bisa motoran sepuasnya selama 24 jam. Hm hm, pilihan yang menarik nih. Menuju Bromo dari Kota Malang menggunakan kendaraan bermotor hanya berjarak sekitar 59 km. Nah, waktu dan biaya bisa dipangkas banget kan. Hemat dan efisien dong. Selain itu, kamu juga bisa menikmati pemandangan yang nggak bakal ngecewain deh di sepanjang perjalanan menuju Bromo. Kamu tidak perlu khawatir tersesat hingga sampai ke Bromo, tinggal memanfaatkan google map ataupun GPS (Gangguin Penduduk Sekitar hehe) kamu bisa sampai ke Bromo. Tapi, perlu diingat ya, jangan berangkat ke Bromo saat sore hari atau mendekati gelap, karena kondisi jalan akan sangat gelap, dan takutnya kamu malah tersesat karena tidak ada penunjuk jalan apapun.


Kamu bisa menikmati pemandangan ini sebelum sampai ke Bromo/ dokumentasi pribadi

Di tengah perjalanan, kamu bisa menyempatkan berfoto, ataupun sekedar menikmati keindahan alam yang sangat memanjakan mata.  




Dokumentasi pribadi




Bromo, Kami Sudah Tiba!!!

Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya kami tiba di Bromo. Yeaaaayyyyyyy!!! Saya menyeka keringat yang bercucuran, dan menghela nafas lega (:p). Oke itu lebay hehe 

Dokumentasi pribadi

Karena sudah lelah, kami memutuskan mencari penginapan atau home stay milik penduduk sekitar. Tidak sulit mencari penginapan di kawasan Bromo, karena penduduk sekitar rata-rata telah menyulap kediamannya menjadi penginapan. Bagi yang ingin  menginap di hotel,  juga ada kok. Jadi tidak perlu bingung akan bermalam dimana. Saat itu, kami memperoleh home stay dengan harga Rp250 ribu per malam/kamar, dengan fasilitas air panas. Air panas ini super duper penting ya, karena dipastikan kamu bakal menggigil sepanjang waktu disana. Dingiiiiinnn bangettt, apalagi saat malam menjelang... Jadi, kamu kudu nanya, apakah tersedia air panas atau tidak. Mau tau suhu di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru? Suhu udara rata-rata berkisar antara 5°C - 22°C. Suhu terendah terjadi pada saat dini hari di puncak musim kemarau antara 3°C - 5°C bahkan di beberapa tempat sering bersuhu di bawah O°C (minus). Sedangkan suhu maksimum berkisar antara 20°C - 22°C.

Perjalanan Dilanjutkan...

Setelah tiba di home stay, sengaja kami memulihkan tenaga untuk keesokan hari. Perjalanan mengeksplore kawasan Bromo baru kami lanjutkan keesokan harinya. Pagi-pagi sekali setelah salat Subuh, kami bergegas. Tujuan utama kami adalah Penanjakan, yang merupakan spot foto sejuta umat hehe. Dari sini akan terlihat jelas keindahan Gunung Bromo dan juga Gunung Batok serta pemandangan lainnya secara menyeluruh. Awalnya, kami berencana berangkat sekitar pukul 04.00 WIB supaya tidak ketinggalan menyaksikan "The Famous Sunrise" dan juga mencari posisi enak. Tapi, hal itu kami urungkan karena khawatir tidak menemukan musala di tempat kejadian perkara :p. Maklum, penduduk setempat mayoritas beragama Hindu. Dan benar saja, ketika telah tiba di Penanjakan 1, ribuan pengunjung yang tidak hanya terdiri dari wisatawan domestik tapi juga wisatawan asing telah menyemut di bibir pagar. Karena itu, usahakan bertandang ke Bromo bukan saat weekend dan masa liburan yaa.. Bagi yang tidak ingin ketinggalan momen ini, memang tidak boleh datang terlambat jika tidak ingin menyesal. Setelah ‘The Famous Sunrise’ meninggi, kamu juga bisa menyaksikan ‘The Sea of Sand’ disekitar gugusan gunung Bromo dan gunung-gunung yang ada disekitarnya seperti Gunung Batok, Gunung Semeru dan lain-lain.

Meskipun ribuan orang menyesaki Bukit Penanjakan, rasa takjub tetap membuncah dalam dada. Ah, indahnya pemandangan ini. Ya, aku jatuh cinta pada ciptaan Allah yang ada di depan mata ini. Saya kagum, dan semua orang juga begitu. Setiap pengunjung mencari spot foto terbaik untuk mengabadikan momen indah itu, tentu saya juga tidak mau ketinggalan dong :D

Rame banget/ dokumentasi pribadi

Tips:

Jika kamu tidak ingin ketinggalan menyaksikan "The Famous Sunrise", dan tidak mengenal medan dengan baik. Sebaiknya kamu menyewa pemandu jalan. Pemandu dengan mudah dijumpai di perumahan penduduk. Biasanya pemuda-pemuda ataupun warga setempat akan menawarkan diri untuk menjadi pemandu dan penunjuk jalan menuju lokasi-lokasi yang kamu tuju. Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pemandu? Hanya Rp100 ribu rupiah saja. Mereka akan mengantarkan kamu ke lokasi-lokasi dan spot-spot foto terbaik sesuai keinginan kamu. Pemandu juga akan dengan senang hati menjadi fotografer kamu dan juga teman-teman kamu disana.

Adanya pemandu juga penting, karena mereka mengenali medan dengan sangat baik. Seperti misalnya, jalan menuju Penanjakan sangat terjal. Mencapai bukit Penanjakan bukan perkara mudah, membutuhkan perjuangan dan keberanian, karena biasanya untuk mencapai tempat ini dilakukan pada dini hari dengan jalan yang terjal dan harus melewati lautan pasir bromo yang luas khususnya yang melalui jalur pintu masuk melalui Probolinggo, Malang (Tumpang) dan Lumajang, sedangkan akses jalan ke Bromo dari Pasuruan relatif lebih mudah.

Oh iya, "The Famaous Sunrise" yang paling indah akan kamu dapatkan di saat musim kemarau ya. Kami tidak memperoleh foto sunrise yang ciamik, karena datang bertepatan dengan musim hujan. Sedih hiks :(


View dari Bukit Penanjakan




Foto ini diambil dari Bukit Cinta, kata mas pemandunya sih itu namanya hehe
Hanya beberapa tempat saja yang kami kunjungi, karena masih ada lokasi lain di Jawa Timur yang ingin kami datangi. Mungkin lain waktu jika ada kesempatan, saya akan datang lagi ke tempat ini. Sayonara Bromo!!! Ketjup :*








Selasa, 06 September 2016

Di Tanah Solo, Aku Berlabuh

Sudah hampir satu bulan aku berlabuh di tanah Solo ini, berbekal asa menggapai mimpi. Mimpi untuk hidup lebih baik, mimpi untuk membahagiakan ibuku, dan orang-orang terkasih.

Nyaris tiga tahun aku meninggalkan bangku pendidikan, dan sempat terbesit untuk mengubur harapan mengenyam pendidikan lebih tinggi. Tapi, Allah Maha Baik, Dia mengabulkan inginku. Akhirnya aku berada disini. Solo menjadi pilihanku meneruskan mimpi.

Ada harga yang harus kubayar untuk itu, untuk iming-iming kebahagiaan yang ingin kuraih. Tapi tak apa, setiap pilihan selalu memiliki konsekuensi. Bak dua sisi mata uang yang selalu berdampingan, ada sisi baik dan ada pula sisi buruknya. Siapapun pasti mengalami sulitnya berada di dunia yang baru.

Namun, segala konsekuensi tersebut, meskipun seburuk apapun akan terasa menyenangkan jika diterima dengan prasangka yang baik. Berfikir positif akan menjadi penghibur sejati. Dan waktu akan segera mengganti segalanya menjadi lebih baik. :) 

Minggu, 06 Maret 2016

Menjejaki Keindahan Pantai Tanjungsiambang

          


Siapa bilang Tanjungpinang tidak memiliki pantai yang indah menawan? Cobalah kunjungi Pantai Tanjungsiambang. Sihir senjanya membikin syahdu, pasir putihnya membikin rindu.

LARA ANITA, Kota Tanjungpinang

Beberapa waktu lalu, saya mengunjungi salah satu pantai yang berada di Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari. Yap! Pantai Tanjungsiambang. Pantai ini terbilang perawan, karena belum banyak dikenal orang. Tapi, memiliki keindahan alam yang mempesona.

Dimana lokasi Pantai Tanjungsiambang? Itu menjadi pertanyaan wajib beberapa teman yang kemudian menanyakan gambar pantai yang pernah terpampang di display picture Blackberry Massanger (BBM, red) saya.

Lokasi pantai ini tidak jauh dari Pusat Pemerintahan Provinsi Kepri. Bagi pengunjung yang belum pernah datang, akan menemui sedikit kesulitan karena ketiadaan penunjuk jalan. Untuk menyiasatinya, bisa bertanya langsung kepada warga setempat. Perjalanan untuk sampai ke pantai ini juga memakan waktu relatif lama, yaitu sekitar 30 menit jika menggunakan sepeda motor. Itu pun tergantung dari mana pengunjung memulai perjalanannya, dan menggunakan kendaraan apa.

Dulunya, Dompak tidak dapat dijangkau dengan mudah karena merupakan satu pulau terpisah. Sampan dan juga pompong (perahu bermesin) merupakan satu-satunya alat transportasi yang digunakan untuk mencapai Dompak. Tapi semenjak Pusat Pemerintahan Provinsi Kepri berada di Dompak, berbagai akses dibangun untuk mempermudah jangkauan, seperti jembatan dan jalan raya. 

Meskipun memakan waktu yang tidak sebentar, penat yang didapat dari jauhnya perjalanan akan terbayar dengan keindahan yang disuguhkan Pantai Tanjungsiambang. Sangat disarankan berkunjung pada sore hari, karena cuaca pantai akan semakin bersahabat di kala senja. Pun menjelang senja, hembusan angin terasa menyenangkan. 

Pantai Tanjungsiambang memiliki garis pantai yang panjang, dengan pasir putih yang lembut ketika menyapa kulit. Perairan yang dangkal dan jernih dengan ombak yang tenang menjadi hiburan tersendiri bagi anak-anak kecil. Mereka bermain di tepian sembari tertawa riang. Bahagia sekali.

Keindahan pantai ini tidak hanya dapat dinikmati dari tepi pantai. Tapi, bisa juga melalui dermaga yang menjorok ke laut. Uniknya, dermaga ini cukup panjang, karena menyesuaikan dengan kondisi pantai yang landai. Menanti matahari tenggelam sembari duduk di tepian dermaga, ditemani sejuk semilir angin senja juga menjadi pilihan yang tidak bisa ditampik. Gugusan pulau yang tampak sejauh mata memandang, kian menambah eksotisme pantai ini.

Pantai Tanjungsiambang berhasil membikin betah. Itu karena suasana yang damai, juga keindahan yang seperti tidak ada habisnya.***

         

      

Kamis, 03 Maret 2016

Pudarnya Pesona Objek Wisata Kota Rebah





Situs Istana Kota Rebah sempat menjadi objek wisata populer di Kota Tanjungpinang. Tapi seiring waktu, kejayaan tersebut  memudar karena tidak terpeliharanya kekayaan sejarah yang ada.

LARA ANITA, Kota Tanjungpinang

Kota Tanjungpinang yang berada di Selatan Pulau Bintan merupakan kota yang sarat sejarah, budaya dan adat istiadat Melayu. Wajar jika kemudian banyak ditemukan jejak peninggalan Melayu, salah satunya Istana Kota Rebah.

Situs Istana Kota Rebah berada tidak jauh dari Jembatan Engku Putri di Jalan Daeng Celak Tanjungpinang . Letaknya persis berada di pinggiran Sungai Carang. Situs tersebut bisa dijangkau dengan mudah melalui jalan setapak yang baru dibuka, yang jaraknya sekitar 50 meter dari Jembatan Engku Putri. Cukup mengikuti alur jalan tersebut, kita akan tiba di pintu masuknya.

Merujuk berbagai sumber, sejarah mencatat situs ini sebagai Istana Kota Lama atau Kota Raja. Di sanalah tapak awal kekuasaan Kesultanan Melayu Riau-Johor-Pahang-Lingga ditabalkan, sebelum akhirnya berpindah tempat sesuai dinamika sosial-politik pada masa itu. Istana ini dibangun pada tahun 1673-1805 yang menjadi hulu sungai Riau atau sekarang disebut Sungai Carang.

Sebutan Istana Kota Rebah sendiri merupakan penamaan yang diberikan oleh masyarakat sekitar kawasan situs. Itu didasarkan pada penampakan bangunan tersebut di masa kini, yaitu hanya sebagian kecil bangunan saja yang terlihat, yaitu pondasi dan sebagian kecil tembok, dimana struktur bangunan tersebut sebagian besar rebah ke tanah.

Atas prakarsa Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang, sekira tahun 2010, tidak jauh dari lokasi bangunan, atau tepatnya di kawasan pesisir yang dikelilingi oleh rimbunnya hutan bakau, dibangun pelantar-pelantar kayu memanjang, memotong dan mengelilingi hutan bakau tersebut. Jadilah kawasan tersebut menjadi satu objek wisata , dengan tujuan sebagai satu destinasi tujuan wisata masyarakat Kota Tanjungpinang pada khususnya, dan masyarakat Kepri pada umumnya.

Di lokasi situs Istana Kota Rebah juga dibangun pondok-pondok kecil, serta rumah-rumah panggung yang bisa dimanfaatkan bagi pengunjung untuk melepas lelah. Kawasan tersebut dipercantik untuk menarik wisatawan berkunjung.



Sejak saat itu, banyak pengunjung yang mulai berdatangan untuk menikmati objek wisata tersebut, menghabiskan waktu bersama keluarga, menikmati pemandangan dan panorama dari pelantar kayu yang telah dibangun. Dari situ, nama Istana KotaRebah mulai dikenal masyarakat.

Tapi seiring waktu, kejayaan objek wisata tersebut memudar dari tahun ke tahun.  Pengunjung yang datang pun semakin mengerucut jumlahnya. Jikalaupun ada, hanya sekedar satu dua orang saja yang terlihat datang. Atau hanya sekelompok kecil pemuda-pemuda belia yang bergerombol menikmati sepoi angin di kawasan cagar budaya.

Pelantar kayu yang pernah menjadi idola juga semakin lapuk dimakan usia. Jika pengunjung menapaki lembaran-lembaran papan pelantar tersebut, maka akan terdengar bunyi papan berderik menandakan kondisinya yang lapuk. Parahnya, saat ini sebagian besar pelantar telah rusak dan roboh. Sehingga keindahan hutan bakau yang dimiliki ojek wisata tersebut tidak bisa dinikmati dengan leluasa.

Rumah-rumah panggung yang ada juga tidak terawat dengan baik. Terlihat kotor dan terbengkalai. Kawasan tersebut juga dipenuhi dengan rumput-rumput liar yang tumbuh subur menutupi beberapa bagian akses jalan setapak.



Beberapa pengunjung yang terlihat di lokasi tersebut menyayangkan keadaan tersebut. "Sayang saja tidak terawat. Padahal disini suasananya enak. Dingin," ujar Riko ditemui di lokasi tersebut. Padahal menurut dia, kalau kondisi pelantarnya masih bagus dan terjada, pengunjung bisa berjalan mengelilingi hutan bakau yang ada.

Untungnya, kondisi tersebut tidak akan bertahan lama. Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kota Tanjungpinang telah merencanakan melakukan pemeliharaan dan perbaikan objek wisata tersebut. Salah satu sarana pendukung, yaitu dermaga bahkan telah dibangun melalui Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatik (Dihubkominfo) Kota Tanjungpinang. Demikian juga gapura dan juga tembok pembatas telah dibangun oleh Disparbud Kota Tanjungpinang berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemrov) Kepri.

Tahun ini tidak tanggung-tanggung Disparbud Kota Tanjungpinang juga akan mengerjakan Detailed Engineering Design (DED) gardu pandang, museum mini, galeri, cafe dan home stay. Jika telah selesai, DED tersebut akan segera diajukan ke Pemrov Kepri dan juga Pemerintah Pusat untuk meminta bantuan dana pembangunan.

Pelantar kayu yang telah rusak dan roboh, menjadi tanggung jawab Dishubkominfo Kota Tanjungpinang itu, dikatakan Esram akan kembali dilanjutkan. Dimana pelantar tersebut akan menyatu dengan dermaga yang telah lebih dahulu dibangun.

"Target kami 2018 semua sudah selesai. Dan kawasan situs Istana Kota Rebah ini bisa menjad kawasan eko-wisata," ujarnya.
***

Antusias Tonton Lomba Tradisional *)Pulau Penyengat Dipadati Pengunjung


-----Just Sharing; Late Post--------------


Bukan pemandangan biasa Pulau Penyengat dipadati pengunjung. Tapi hari ini berbeda, ribuan pengunjung terlihat berbondong-bondong memasuki dermaga kedatangan di Pulau Penyengat

LARA ANITA, Tanjungpinang 

Dermaga keberangkatan menuju Pulau Penyengat di Tanjungpinang telah dipadati masyarakat sejak pukul 10.00 WIB, Minggu (21/2) kemarin. Ini merupakan pemandangan yang tak biasa, bahkan di saat libur Hari Raya Idul Fitri sekalipun.  Saking padatnya, warga harus rela mengantri bermeter-meter panjangnya, demi  memperoleh giliran menaiki pompong untuk segera menyeberang. 

Perairan Tanjungpinang - Penyengat juga terlihat sibuk, karena banyaknya pompong yang berseliweran mengantarkan penumpang pulang pergi, tiada henti.

Adalah Festival Pulau Penyengat (FPP) yang merupakan penyebab utama membludaknya jumlah pengunjung ke PulauPenyengat. Bukan tanpa alasan yang kuat, orang-orang  berdatangan ke Pulau Penyengat adalah untuk menyaksikan FPP lantaran banyaknya jenis kegiatan yang diperlombakan. Berhubung hari ini (kemarin, red) adalah hari Minggu, didukung cuaca yang sangat mendukung, tidak panas dan tidak hujan. Maka jadilah waktu yang tepat untuk berwisata bersama keluarga.

Festival Pulau Penyengat merupakan iven perdana, yang memperoleh dukungan dari Kementerian Pariwisata dan diprakarsai oleh Pemerintah Kota Tanjung Pinang. 
Festival yang menyuguhkan 20 jenis kegiatan bercirikan melayu ini dilaksanakan selama lima hari, tepatnya tanggal 20-24 Februari 2016.  Beberapa perlombaan tradisional yang diadakan, seperti sampan layar, gurindam 12, jong, layang-layang, pukul bantal, gasing, ngambat itik, renang tradisional, dan kuliner melayu.
Pengunjung terlihat antusias menyaksikan perlombaan-perlombaan yang digelar, seperti pada perlombaan ngambat itik dan pukul bantal. Pada perlombaan ngambat itik, sejumlah itik akan dilepas di perairan, selanjutnya para peserta akan berlomba-lomba mengejar itik tersebut untuk ditangkap. Sangat lucu, karena peserta kesulitan ketika mengejar itik yang berlarian kesana kemari di permukaan laut. Karena kepayahan berlari dalam air, tidak sedikit peserta yang mengejar itik dengan cara berenang.
Bagaimana dengan perlombaan pukul bantal? Sesuai namanya, perlombaan ini menggunakan bantal guling sebagai senjatanya. Dua peserta terlebih dahulu duduk berhadapan di atas kayu pinang yang telah dibentuk serupa gawang. Baru setelah aba-aba diberikan, keduanya boleh saling memukul. Repotnya, bantal yang digunakan menjadi sangat berat karena basah. Sehingga peserta tidak bisa memukul dengan lincah. Dalam perlombaan ini, yang jatuh pertama kali, dialah yang kalah. Tapi jangan khawatir, karena dilakukan di atas air, peserta yang jatuh tidak akan mengalami cedera apapun. 
Para penonton juga memberikan semangat kepada peserta dengan meneriakkan yel-yel penyemangat dengan kompak. Tidak puas hanya menonton di pelantar, beberapa pengunjung akhirnya ikut masuk ke dalam air, menonton dari dekat sembari bermain air. 
Perlombaan lain juga tidak kalah serunya. Beberapa penonton mengaku senang dengan banyaknya kegiatan yang diadakan. Mereka mengaku bingung harus menentukan mana perlombaan yang akan ditonton terlebih dahulu. "Semua perlombaannya unik. Maunya nonton semua, tapi karena diadakan bersamaan, kami tidak bisa menonton semuanya dari awal," ujar Suryanto, warga Kijang Kabupaten Bintan yang datang bersama dua orang temannya.
Kamu pecinta sejarah? Dalam Festival Pulau Penyengat ini juga telah diagendakan kegiatan Seminar Gurindam 12 yang dilaksanakan Senin (22/2) mulai pukul 09.00 WIB di Balai Adat Pulau Penyengat. Dalam seminar ini, budayawan terkemuka di bumi melayu, Rida K Liamsi didapuk menjadi keynot speaker.  Dan akan menyampaikan makalah dengan judul Gurindam XII Karya yang Melintasi Zaman. 
Selain Rida K Liamsi,  juga akan diundang pembicara dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.  Sedangkan dari daerah  (Kepri, red) narasumber yang akan  diundang adalah Syamsul Bahrum (tokoh masyarakat), Abdul Malik (akademisi dari UMRAH Tanjungpinang), Raja Malik Hafrizal (Budayawan Pulau Penyengat), Raja Abdurrahman (Budayawan Pulau Penyengat),  dan Juramadi Esram, (Kadisparbud Kota Tanjungpinang).
Selain itu, juga akan digelar klinik sastra pada Selasa (23/2) dimulai pukul 09.00 WIB di Balai Adat.

lomba Sampan Jong

lomba pukul bantal


 ***

Jumat, 19 Februari 2016

Ayo Ramai-Ramai ke Pulau Penyengat


Besok, atau tepatnya Sabtu (20/2), bisa dipastikan pulau yang tepat berada di seberang Tepilaut Tanjungpinang ini akan ramai dikunjungi. Ada apa? Rupanya akan digelar helatan akbar yang ditaja demi menduniakan pulau yang digunakan sebagai mas kawin yang diberikan oleh Sultan Mahmud Marhum Besar, Sultan Riau periode 1761—1812 M, kepada Engku Putri Raja Hamidah, putri dari Raja Haji Fisabilillah.


***
Pemerintah Kota Tanjungpinang, utamanya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang sebulan terakhir ini tampak sibuk. Ternyata benar, akan digelar kenduri besar di satu pulau sejuta sejarah, yaitu Pulau Penyengat.

Adalah Festival Pulau Penyengat (FPP) yang dijadwalkan digelar selama lima hari di pulau Indera Sakti yang berada tepat di muka Tanjungpinang itu, dimulai 20-24 Februari 2016. Itu berarti besok (hari ini, read) adalah hari pembukaan. 

Sejak jauh hari, gaung-gaung pelaksanaan telah dibunyikan melalui corong-corong media. Baik media lokal, nasional bahkan konon telah dikabarkan kepada negara jiran. Upaya itu sepertinya membuahkan hasil. Sebab, lebih dari 1350 peserta akan mengikuti 20 perlombaan yang digelar dalam FPP.

Karena publikasi yang intens, enam negara jiran, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, Filipina dan Brunei Darussalam, turut mengirimkan peserta untuk meramaikan FPP. Dan tentu saja berharap memboyong predikat juara. 

Yang menarik, hampir semua jenis kegiatan yang diperlombakan merupakan perlombaan tradisional bercita rasa melayu. Lomba jong, lomba sampan layar, lomba layang-layang, lomba kuliner melayu, lomba ngambat itik, lomba pukul bantal, lomba renang tradisional, lomba gasing, lomba sampan dayung, lomba pidato sadar wisata wisata, lomba melukis, lomba cerdas cermat pantun, lomba penyajian sejarah, lomba gurindam, klinik sastra, lomba fashion show busana melayu, lomba membaca puisi, lomba fotografi, lomba pompong hias dan lomba becak hias, akan menjadi tontonan warga Tanjungpinang lima hari ke depan.

Ada alasan tersendiri kenapa Pulau Penyengat menjadi lokasi terpilih. Pertama, Pulau Penyengat termasuk destinasi pariwisata unggulan daerah Kota Tanjungpinang. Selain itu, Pulau Penyengat sangat melegenda dan dikenal dengan sebutan Pulau Penyengat Indera Sakti atau pulau mas kawin. Kemudian, Pulau Penyengat juga pernah menjadi pusat kerajaan melayu Riau-Lingga. Juga, terdapat dua makam pahlawan nasional, yaitu Raja Haji Fisabilillah yang merupakan pahlawan nasional di bidang bahari dan cucunya Raja Ali Haji yang merupakan pahlawan nasional di bidang bahasa, sekaligus penulis kitab pengetahuan bahasa. Nah kitab tersebut yang selanjutnya dijadikan dasar bahasa Indonesia. Menarik bukan?!

Banyaknya agenda perlombaan itu, membuat saya tak akan betah berlama-lama berada di nyamannya kasur kamar. Mumpung besok hari Sabtu, saatnya (me) libur (kan diri), dan mengisi cakrawala diri dengan hal baru. Mana tahu besok cerita yang kemudian bisa dibagikan dalam bentuk tulisan. Siapa tahu. ***

Rabu, 11 November 2015

Berbelanja Sayur Murah, Dapat Bonus Senyum Ramah


Berbelanja ke pasar tradisional adalah salah satu yang ku gemari. Ritual belanja kali ini istimewa, karena selain harga sayur mayur yang sangat murah, sepanjang perjalanan aku disuguhi keramahan warga Jogja.

-----------

Sudah tiga hari ini perutku diisi oleh makanan berkalori tinggi. Aku, tentu saja penyuka kuliner seperti orang kebanyakan, tapi ibuku selalu berpesan untuk menghindari makanan berlemak yang memiliki kolesterol jahat. Karena itu aku sangat membatasi asupan yang akan diterima oleh lambungku. 

Asrama Putri Riau Yogyakarta yang berlokasi ditengah-tengah restauran dan tempat makan, sangat berpotensi membuatku menyantap makanan berkalori tinggi. Tempat makan Bungong Jeumpa misalnya. Sebelumnya restoran ini tidak berada tepat di sebelah kanan bangunan asrama. Melainkan di pertigaan menuju Jalan Magelang. Tapi sekarang sudah berdiri dengan anggunnnya berjajar di sebelah asrama, hanya dibatasi pagar tembok setinggi sekitar dua meter. 

Nikmat mana yang kau dustakan? Jika lapar, langsung saja melenggang menuju restoran makanan Aceh tersebut. Selain dekat, harganya cukup murah dibanding tempat makan lain yang berdekatan dengan asrama. Masakan Aceh terkenal dengan kari, gulai dan berbahan lemak lainnya. Bah!! Sudah dua kali aku menyantapnya. Dan rasanya kok merasa berdosa ya?? Belum lagi sebelumnya juga makan sate Padang. Duh.

Jadilah hari ini dengan berbekal tekad dan semangat yang kuat, ku langkahkan kakiku menuju pasar yang tak jauh dari asrama, Yap! Pasar Kranggan. Pasar Kranggan ini justru tidak tepat berada di Jalan Kranggan, melainkan di Jalan Poncowinatan, dekat sekali dengan Tugu Pal atau yang dikenal dengan Tugu Jogja. 

Aku sudah bangun pukul 05.00 WIB. Bagi kamu yang sama sekali belum pernah bertandang ke Yogyakarta mungkin akan kaget. Bagaimana tidak, pukul 05.00 WIB di Jogja itu hampir setara dengan pukul 6.30 WIB di Tanjungpinang, atau mungkin daerah lain di Sumatera. Terang Benderang alias matahari sudah bersinar dengan garangnya. Disini waktu subuh sekitar pukul 04.20 WIB. 

Pukul 06.00 WIB aku segera bergegas menuju Pasar Kranggan. Jarak yang tidak terlalu jauh, sekitar 1 kilometer membuatku lebih memilih untuk berjalan kaki. Mengendarai motor hanya membuatku kehilangan momen yang tidak bakal kutemui di Tanjungpinang. Apalagi kalau bukan keramahtamahan warga Jogja.

Sepanjang jalan, hampir semua yang berpapasan denganku menyunggingkan senyum manis seraya menyapaku dengan sebutan 'Mbak'. Meskipun orang tersebut berumur jauh di atasmu, ia tidak akan segan menyapa. Bapak yang sedang membersihkan daun-daun kering di jalan, ibu-ibu yang sedang berolahraga, bahkan mbah-mbah yang juga sedang menuju pasar. Duh, aku sedikit gerogi. Tapi lama-lama aku menikmati ritual memberi senyum dan menyapa itu. 

Bagi kamu yang baru datang, jangan segan memberikan senyum dan sapaan hangat bagi orang yang kebetulan kamu temui di jalan ya. Tapi lihat-lihat sikon juga. Kalau di Mall, ini biasanya tidak berlaku. Kamu mau senyumin orang-orang satu Mall? Kalau mau, silahkan sih. Hehe.

Aku memilih jalan pintas, dari asrama di Jalan Monginsidi menuju pertigaan di depan SMK 3 Jetis. Dari situ mengikuti jalan sempit menuju Jalan Pakuningratan, lantas berbelok ke kiri menuju Jalan AM. Sangaji dan masuk ke Jalan Poncowinatan.

Sejak di Jalan AM Sangaji tepat di seberang Pop Hotel, aku sudah disuguhi dengan pemandangan penjaja sayur mayur dan kebutuhan pokok lainnya, yang kebanyakan membentangkan dagangan di trotoar jalan. Masuk ke Jalan Pincowinatan, lebih banyak lagi pedagang yang ku temui. Mungkin ratusan pedagang tumpah di sepanjang Jalan Poncowinatan. Aku memilih berbelanja di pasar tumpah, tidak masuk ke Pasar Kranggan. Karena sayuran yang dijajakan di pinggiran Jalan Poncowinatan tersebut sudah lebih dari cukup untuk kebutuhanku.

Saat ku lihat, sepertinya Pasar Kranggan yang menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat tersebut tengah direnovasi. Dimana para pedagang? Ku perhatikan sekitar. Ternyata para pedagang tidak dipindahkan ke lokasi yang jauh, melainkan masih di Jalan Poncowinatan. Para pedagang yang sebelumnya menjajakan dagangannya di pasar tersebut menjajakan dagangannya satu meter dari Pasar yang tengah direnovasi. Di tempat sederhana berdinding kayu dan bertatap terpal. Mungkin itu upaya dari Pemerintah setempat supaya warganya tetap dapat mengais rezeki, sembari pasar diperbaiki.

Aku membeli garam halus ukuran kecil seharga Rp2000, gula putih Rp6000 per setengah kilogram, kemudian tahu sebanyak 8 potong ukuran sedang dengan harga Rp2000, tauge satu plastik ukuran 1 kg seharga Rp3000 dan terakhir kangkung satu ikat Rp1500. Aku cukup membayar Rp14.500 untuk membayar itu. Murah sekali! 

Menu sayuran rebus menjadi pilihanku hari ini.

Bisa dibilang aku menyukai sayur-sayuran rebus. Disamping sangat sehat, cara memasaknya pun sangat sangat mudah, hanya dengan menggunakan air, garam dan sedikit gula. Tapi bukan berarti aku tidak pernah memasak model lainnya. Tapi rebusan ini kerap menjadi menu andalan untuk menjaga pola makan supaya tetap sehat.

Ritual berbelanja rampung, dan aku segera bergegas pulang yang tentunya tetap disambut dengan senyum hangat dan sapaan ramah warga. ****

    Hasil belanjaan simpel hari ini.