Selasa, 24 Februari 2015

Coldplay

Lantunan suara vokalis Coldplay menggantung di langit-langit kamarku sore itu. Entah sejak kapan aku mulai menyukai band satu ini.

Mungkin sejak pertama kali aku mendengarkan salah satu musiknya yang berjudul "Magic" akhir tahun lalu.  


Minggu, 22 Februari 2015

Mencintai Dengan Sederhana?

"Semakin kamu peduli, dunia semakin memiliki banyak cara untuk menyakitimu". Ungkapan itu mungkin benar. Sebab, bagaimana mungkin kita tersakiti oleh sesuatu yang tidak dipedulikan. Logis bukan? Sakit itu sebenarnya bisa dinikmati jika ikhlas telah meraja. Tentu bukan hal mudah untuk ikhlas. Tapi bukan berarti tidak bisa. 

Uniknya, terkadang kita tetap bertahan dengan sakit itu. Menikmati goresan demi goresan yang diciptakan. Agak rumit menurutku, karena penderitaan itu kita sendiri yang mendatangkannya. Apalagi jika kasusnya adalah tentang cinta. Itu akan lebih rumit lagi mungkin. Mungkin saja. 

Tapi lagi-lagi aku membantah kerumitan itu. Tidak ada yang rumit. Perasaan cinta itu sederhana saja. Kau rela melakukan apa saja untuk dia yang kau cinta. Kau rela melakukan apa saja demi yang tercinta tetap tertawa dan bahagia. Kau akan berkorban demi rasa nyaman untuknya. Ini bukan tentang roman picisan. Kali ini logika tidak bisa berkata. Bagi sang pecinta, melihatnya tertawa, bahagia itu juga kebahagiaan bagi dirinya. Bukankah mutiara muncul dari kerang yang dilukai? Take it. Its all yours

By the way, aku jadi teringat satu puisi "Aku Ingin" karya  Sapardi Djoko Damono, yang pada tahun 1989 dinyanyikan oleh Ari Malibu dan Reda Gaudiamo dalam bentuk musikalisasi puisi yang indah. Kemudian belum lama ini juga digubah ulang oleh Dwiki Darmawan sebagai OST film Cinta Dalam Sepotong Roti.

Aku ingin mencintaimu
Dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat
Diucapkan kayu kepada api
Yang menjadikannya abu..

Aku ingin mencintaimu
Dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat
Disampaikan awan kepada hujan
Yang menjadikannya tiada


Indah bukan? 

Kayu hanya diam saja saat dilalap api sehingga kayu itupun habis dan hangus. Demikian pula awan, saat hujan turun dan sedikit demi sedikit mengikisnya menjadi habis. Kata cinta apa yang tak sempat disampaikan oleh kayu dan awan itu ya? Ambillah. Semuanya untukmu.” barangkali itu.

Mereka yang memiliki kadar cinta seperti puisi di atas, menurutku bukan orang bodoh. Justru mereka adalah orang yang luar biasa. Bagaimana bisa mereka merelakan kebahagiaannya demi kebahagiaan yang dikasihinya? Kembali lagi. Dia yang berkorban, tidak merasa melakukan apa-apa, karena sumber kebahagiaannya adalah kebahagiaan orang yang disayanginya.



Sabtu, 14 Februari 2015

Kue Ultah Sahabatku



                                            Mbak Vela, Mbak Meri, Mbak Siti

Halo, kalian sahabatku, teman seperjuangan, teman berantem dan saudaraku
Masih ingat foto ini? Maaf aku sedikit meracau malam ini.

Aku harus bilang apa? 25 Desember 2012 lalu, kalian merayakan ulang tahunku TANPA AKU. Padahal, kalian pasti telah merencanakan itu sejak jauh hari. Kalian pasti telah membayangkan serunya waktu-waktu itu. Aku sadar, menjelang kelulusanku, aku semakin jarang menyempatkan diri sekedar menyambangi kalian. Waktu itu, dengan entengnya aku menolak ajakan kalian untuk bertemu. "Aku nggak bisa," ujarku menjawab ajakan kalian. Tak perlu ku jelaskan alasannya, kalian pasti paham. Dan itu nggak akan ku bahas disini. Maafkan aku ya.

Sudah sekitar 16 bukan kita tidak berjumpa, sejak kepulanganku ke kota Gurindam ini, Agustus 2013 silam. Namun, memori tentang kalian tetap tidak lekang dimakan masa. Aku jadi teringat, di tahun pertama kita kuliah di Kota Pelajar itu, kita sempat berdebat mengenai nama geng. Sekarang aku geli mendengar nama geng. Betapa naifnya kita waktu. Kita bertengkar dan saling mempertahankan argumen yang menurutku lucu. Setelah melalui perdebatan sengit, kita sepakati nama de Suma, yang tidak lain muncul karena kebetulan kita berempat berasal dari Sumatera. Vela dari Belitung, Siti dari Lampung, Meri dari Palembang, dan aku dari Tanjungpinang. Nama yang norak hehe. 

Kita tidak membatasi berteman dengan siapa saja. Kita juga akrab dengan yang lainnya. Tapi bersama kalian, aku seperti menemukan ikatan. Kita tidak jarang bertengkar. Saling beda pendapat, dan pernah tidak bertegur sapa. Tapi uniknya, itu tidak berlangsung lama. Kita sadar, kita saling membutuhkan. Dan ikatan yang tidak kasat mata tidak mudah patah. Meskipun sifat dan perilaku kita tidak serupa. Itu tidak menjadikan kita berbeda. Bukankah dengan perbedaan, kita justru saling melengkapi?

Di antara kita berempat, aku yang paling dulu pergi. Ah, andai saja kalian mau mendengarkan kata-kataku waktu itu. Pasti kita bisa wisuda bareng. Apa? Lupa? Siti dan Vela. Sewaktu kalian KKN, aku bosan mengingatkan untuk segera mencari judul. Ingat apa jawaban kalian? "Nanti aja lah ndul. Sekarang fokus KKN dulu," kata kalian berdua. Duh, aku gemas mendengarnya. Lain lagi dengan si Meri. Kebanyakan jalan-jalan. 

Sekian lama kita terpisah, tapi rasa yang ada tetap sama. Terima kasih untuk kenangan indahnya. Sampai bertemu lagi de Suma :* 

Aku dan Fitnes Yang Gagal

Dalam bayanganku ketika menerima membercard gratis fitnes selama setahun dari Hotel Aston Tanjungpinang, Desember 2014 lalu, tubuhku bakal seksi, berisi. Dan tentu saja kurus dan proporsional. Harapan yang masuk akal bukan?

Ternyata tidak segampang yang dikhayalkan. Apatah tidak, sejak membercard berada ditangan, sampai tahun berganti belum juga kupergunakan. Tapi kemudian, pada waktu yang tidak diduga-duga,  aku dan seorang temanku, Nureza (seprofesi denganku) meneguhkan tekad untuk mengambil langkah pertama memasuki ruang fitnes itu. Aku lupa tepatnya tanggal berapa, yang pastinya masih di bulan Januari 2015, pagi- pagi sekali aku dan Reza sudah tiba di tempat latihan. Maklum, kami harus mencuri waktu di tengah kesibukan mencari berita (sok sibuk sih hehe).

Dengan semangat yang menggebu (waktu itu), kami menuruti instruksi pelatih. "Ini untuk otot ini, otot itu. Setiap step 10 hitungan ya. Diulang dua kali," ujar pelatih saat itu. Kami hanya menurut saja. Sesi latihan sebenarnya tidak lama, sekitar satu sampai satu setengah jam saja. Tapi tetap saja itu membuat aku pontang panting. Belum lagi kalau ada jadwal liputan pagi. Akhirnya, setelah lima kali latihan, aku memutuskan berhenti. 

Bukan karena repot harus mencuri-curi waktu. Tapi lebih karena, ini kenapa timbanganku semakin naik setelah fitnes?! Agak frustrasi waktu itu. Bayangkan saja, nafsu makan setelah latihan menjadi tiga kali lipat. Duh.. Haha serasa menggelambir dimana-mana. Ternyata aku tidak berjodoh dengan olahraga itu. Berkhayal berubah aduhai, justru jadi sebaliknya. Dadah babay barbel, squad, abang pelatih :p.

Akupun memilih kembali kepada olahraga konvensionalku, yaitu jogging dan senam melalui video dari YouTube. Susah payah juga mengembalikan selera makanku ke porsi semula. Tapi seminggu belakangan ini, aku sudah mulai bisa mengaturnya. 

Dan bagaimana dengan Nureza? Repoter televisi lokal itu sepertinya masih melanjutkan kegiatan fitnes nya bersama temannya yang lain. Dan hidup berbahagia😄

                               Mbak Reza lagi angkat beban. Bukan tak berotot itu nanti jadinya hehe 

My plan A, B or....



Kita pasti punya impian, punya keinginan dan cita-cita. Tapi, kadang itu tidak dapat diperoleh dengan mudah. Tidak jarang juga kita harus berdamai dengan keadaan, yang meletakkan kita dalam kondisi yang lebih memungkinkan untuk dijalani. Sederhananya, kamu menginginkan A, tapi nyatanya keadaan mengharuskanmu berada di B.

It's oke. Dengan keadaan itu, bisa jadi akan membuka perspektif lain dalam otak kita. Well, tidak ada salahnya mengambil plan B atau tetap berada di zona nyaman. Berada di zona nyaman bukan tidak mungkin memberikanmu keuntungan. Katakanlah kita lebih bisa mematangkan rencana A tadi. Atau, bisa saja membuka pintu takdir lain yang lebih menjanjikan. Who knows?

Pernyataan di atas tidak lebih dari curhat colonganku. Aku punya plan A, tapi pada akhirnya harus berdamai dengan tetap stay di rencana B. Kecewa? Ah tidak. Karena saat ini aku pun tengah merangkai rencana-rencana lainnya. Aku punya mimpi. 



Tanjungpinang, 14 Februari 2015